[Guide, Porter Gunung Raung] Gunung Raung, Paket Murah, Berbagi Pengalaman, Ambil Pelajarannya
Beberapa bulan yang lalu, tepatnya di pertengahan bulan september
ketika sedang liburan akhir semester, aku menyempatkan diri untuk
berjalan menyusuri keindahan alam Bondowoso. Dan tempat yang aku pilih
adalah gunung Raung. Aku coba menghubungi teman SMA ku, Pujo, untuk
menemani aku pergi ke Gunung Raung, tetapi sayangnya dia sedang ada
perkuliahan sehingga tidak bisa ikut. Aku mencoba menghubungi
teman-teman yang lain ternyata kondisinya juga sama. Aku mulai berpikir
untuk membatalkan rencanaku itu, tapi masa sih sisa liburan dibiarkan
berlalu begitu saja. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi seorang diri,
dengan segala resiko yang akan menghadang. hahaha… dan jujur, aku belum
pernah naik ke Gunung Raung sebelumnya.
Aku memutuskan pergi pada hari senin, 19 September 2011. Karena hari
itu adalah hari masuk kerja, maka aku tidak bisa menggunakan motor.
Motor yang ada di rumah semuanya dipakai buat kerja bapak dan sekolah
adikku. Dan jadilah aku naik kendaraan umum untuk menuju tempat lapor
yang ada di kecamatan Sumber Wringin, kabupaten Bondowoso.
Aku sampai di tempat lapor yang berada dekat dengan pasar Sumber
Wringin itu sekitar pukul 09.00 wib dan langsung disambut oleh seorang
ibu yang sangat baik hati. Di sana juga ada beberapa orang yang juga
akan naik ke Gunung Raung, beberapa orang lokal dan seorang turis asal
Inggris. Aku merasa senang bertemu mereka karena ada teman berjalan,
tetapi akhirnya batal karena ternyata mereka berencana untuk melakukan
perjalanan selama empat hari sedangkan aku berencana akan melakukan
perjalanan cuma dua hari saja. Selain itu, aku juga tidak membawa
perbekalan yang cukup buat empat hari. Aku juga cuma membawa air dua
botol 1,5 liter dan sebotol pocari sweat kecil yang aku perkirakan cukup
untuk dua hari saja. Dan tragisnya, tidak ada sumber air selama
perjalanan ke puncak nanti.
Setelah melakukan prosedur perizinan dan membayar retribusi tidak
jelas (Rp 5.000 tanpa bukti karcis) aku berangkat ke pos pertama, Pondok
Motor. Aku memutuskan untuk naik ojek karena jalan masih bisa dilalui
motor sekaligus menghemat waktu perjalanan. Ongkosnya Rp25.000, turun
Rp5.000 setelah tawar menawar. Dari Pondok Motor aku masih bersama
rombongan yang tadi ketemu. Kondisi di Pondok Motor berupa perkebunan
karet dan kopi yang digarap oleh masyarakat sekitar. Dari info yang aku
dengar, untuk mencapai puncak Gunung Raung harus melewati beberapa
pondok, yaitu Pondok Sumur, Pondok Demit, Pondok Mayit dan Pondok Angin.
Tapi yang bisa aku kenali cuma Pondok Motor, Pondok Demit, dan Pondok
Angin karena memang terdapat tanda nama disana.
Aku mulai berpisah dengan rombongan itu setelah sekitar dua jam
perjalanan. Aku mulai berjalan seorang diri melewati jalur yang sempit,
karena hanya bisa dilalui oleh satu orang saja. Tanaman perdu yang
sangat rimbun terasa cukup mengganggu perjalanan. Beberapa kali aku
melewati tanah lapang dan bekas api unggun yang digunakan orang-orang.
Sesekali aku mendengar suara monyet yang mungkin merasa tidak terima
kalau wilayahnya sedang dimasuki. Bunga-bunga Edelweis juga menjadi
teman perjalanan yang berada di samping kanan dan kiri jalur.
Setelah sekitar delapan jam berjalan akhirnya aku sampai di Pondok
Angin, yaitu sekitar pukul 17.00 wib. Pondok Angin hanya berupa tanah
lapang yang bisa digunakan untuk berkemah. Dari Pondok Angin kita dapat
melihat pemandangan kota Bondowoso, terlebih kalau malam hari
lampu-lampu kota terlihat sangat indah. Di sini aku mendirikan tenda dan
mencari beberapa kayu bakar untuk nanti dibuat api unggun. Persediaan
air masih tersisa 1 botol dan 1/4 botol 1,5 liter. Pocari sweat dalam
botol kecil sudah habis dari Pondok Demit. Aku sebenarnya berencana
memasak beberapa makanan, tetapi karena melihat kondisi air maka aku
memutuskan makan nasi bungkusan yang aku bawa dari rumah. Lumayan dengan
lauk ayam dan tempe goreng buatan ibuk. Matahari mulai tenggelam dan
malam mulai datang. Lampu-lampu kota Bondowoso sudah terlihat di
kejauhan dan sangat indah. Pondok Angin dinamakan begitu katanya karena
angin di sana sangat kencang, dan benarlah apa yang aku alami. Angin
dengan suarnya yang khas meraung-raung mulai menerpa malam itu. Aku
segera menyalakan api unggun untuk media penghangatan dari suhu yang
lumayan dingin itu. Untung saja saat itu musim kemarau sehingga
kayu-kayu dapat dengan segera menyala karena sudah kering. Aku melewati
malam itu dengan memakan coklat dan camilan yang sudah aku siapkan
sambil melihat bintang dan lampu-lampu kota yang indah. Aku memutuskan
untuk tidur cepat sekitar pukul 21.00 wib karena tidak ada teman buat
ngobrol dan juga keesokan harinya harus melanjutkan perjalanan menuju
puncak Raung.
Untuk menuju puncak Raung dapat ditempuh sekitar 1 jam dari pondok
angin. Aku bangun sekitar pukul 4.30 karena aku ingin melihat sunrise.
Setelah melakukan ibadah sholat Shubuh aku langsung menyiapkan
perlengkapan. Aku hanya membawa sebotol air dan beberapa makanan kecil.
Barang-barang yang lain seperti baju ganti, mantel, dll aku tinggalkan
di tenda. Lumayan buat mengurangi beban di pundak. Jalan langsung
menanjak dan terus menanjak hingga puncak. Awalnya, jalur berupa semak
belukar dan rimbunan tanaman edelweis, selanjutnya jalur berupa jalur
bebatuan tanpa tanaman. Untung saja bebatuan di sini adalah batuan keras
yang tidak mudah longsor sehingga tidak dibutuhkan tambahan alat bantu
untuk menuju puncak. Hanya saja, dibutuhkan kehati-hatian ekstra untuk
melewati jalur ini karena beberapa jalur kondisinya sangat sempit
sekitar sejengkalan lebarnya dan di sisi kanan kirinya adalah tebing
yang lumayan membuat sakit jika terjatuh. Sehingga saat melewati jalur
yang seperti itu layaknya meniti rel kereta api yang biasa aku lakukan
saat kecil.
setelah sekitar satu jam, aku sampai di puncak Gunung Raung dengan
ketinggian 3332 mdpl. Puncak yang aku capai ini bukanlah puncak
tertinggi Gunung Raung, karena ada lagi puncak tertinggi yang dinamakan
Puncak Sejati. Puncak Sejati saling berhadapan dengan puncak yang aku
capai. Untuk mencapai Puncak Sejati sangat sulit aksesnya dan harus
memakai perlengkapan yang lebih lengkap. Karena aku tidak membawa
perlengkapan dan juga karena aku sendirian, maka aku tidak melanjutkan
ke Puncak Sejati Gunung Raung. Puncak Gunung Raung berupa pinggir
kaldera yang dibawahnya terdapat kawah Gunung Raung yang sangat besar
dan dalamnya sekitar 500 meter.
Di puncak aku menyempatkan diri untuk sesi dokumentasi alias foto
memfoto dan makan beberapa coklat yang tersisa. Setelah puas, akupun
memutuskan untuk turun. Dan seperti yang sudah aku duga, untuk turun
ternyata membutuhkan kehati-hatian yang lebih besar dibanding saat naik.
Hal itu karena sudut kemiringan yang lumayan susah dan salah-salah aku
bisa terjatuh dan langsung menggelundung bak bola salju tanpa ada yang
menahan. Dan alhamdulillah yah, aku akhirnya bisa sampai di pondok angin
dengan selamat. Waktu untuk turun tentu lebih cepat dari saat naik.
Tenda yang aku tinggalkan masih dalam kondisi baik-baik saja. Aku segera
membuka perbekalan dan mulai makan dengan nasi lauk ayam dan sosis so
nice yang tersisa kemarin. Memang sudah dingin, tapi belum basi buat
dimakan. Persediaan air tinggal 1 botol saja dan dengan persdiaan 1,5
liter air tersisa itu harus cukup untuk perbekalan turun nanti.
Setelah selesai makan, akupun segera beres-beres tenda dan bersiap
untuk turun menuju peradaban. Waktu untuk turun sekitar 5 jam perjalanan
jalan kaki sampai Pondok Motor. Perjalanan turun terasa lebih ringan
karena tidak perlu lagi melawan gravitasi bumi. Saat perjalanan turun
ini aku kembali bertemu dengan rombongan kemarin dan juga beberapa turis
asing yang baru mulai mendaki di hari itu. Turis-turis asing tadi
membawa porter yang lumayan banyak. Oh ya, untuk jasa porter, di Gunung
Raung biasanya porter mematok harga Rp150.000 per harinya. Sekitar pukul
12.30 aku sampai di Pondok Motor. Dan sepertinya aku harus berjalan
kaki menuju pos lapor di desa Sumber Wringin karena tidak ada tumpangan
yang bisa aku manfaatkan. Perjalanan 7 km terasa begitu membosankan
karena panasnya suhu udara dan pemandangan yang monoton berupa kebun
pinus dan kopi. Suara-suara kumbang yang berderik diantara dahan-dahan
kopi terus terdengar sepanjang perjalanan. Sekali aku bertemu dengan
orang-orang dengan mobil pick up yang sedang berhenti untuk mencari kayu
bakar, dan aku berharap mereka dapat memberiku tumpangan. Tetapi
sepertinya bakalan lama karena orang-orang itu baru saja melakukan
pekerjaannya, sehingga aku putuskan untuk tetap berjalan kaki. Dan
akhirnya aku sampai juga di daerah yang terdapat rumah penduduk. Aku
menyempatkan meminta segelas air minum dan membeli dua bungkus pop corn
untuk camilan. Beberapa motor lewat dan aku berharap salah satu dari
mereka berhenti dan menawarkan tumpangan untukku, dan benar saja,
seorang dengan sepeda motor berhenti di sampingku menawari tumpangan
hingga pos lapor. Oh, sungguh bahagia diriku. Perjalanan dari Pondok
Motor sampai pos lapor aku tempuh sekitar 2 jam.
Akhirnya aku bisa santai sejenak di pos lapor ini. Aku segera
bersih-bersih diri dan salin baju. Setelah istirahat sejenak dan
mengucapkan terima kasih ke ibuk penjaga yang baik hati itu akupun
langsung pulang menuju kota Bondowoso dimana bapak sudah menjemputku di
terminal.
[ditulis sebelum banyak yang menyewakan perlengkapan pendakian, semoga kita semakin berhati hati untuk mengurangi berbagai resiko yang terjadi, 2011 masih belum banyak yang mengakses Gunung Raung]
Sumber,
Call Center ExploreWisata.com,
085.643.455.685
D72E559E / 7A722B86
Instagram : instagram.com/xplore.wisata
Instagram : instagram.com/xplore.gunung
Instagram : instagram.com/syarifain
Fanspage Umum : facebook.com/xplore.wisata
Fanspage Gunung : facebook.com/xplore.gunung
Website :
Instagram : instagram.com/xplore.gunung
Instagram : instagram.com/syarifain
Fanspage Umum : facebook.com/xplore.wisata
Fanspage Gunung : facebook.com/xplore.gunung
Website :
#porter #guide #pemandu #transport lokal #rinjani 3.726 mdpl #semeru 3.676 mdpl #slamet 3.428 mdpl #lawu 3.265 mdpl #merbabu 3.145 mdpl #sindoro 3.150 mdpl #gunungprau 2.565 mdpl #gunungsikunir #porterrinjani #portersemeru #porterargopuro #portermerbabu #porterlawu #porterslamet #portersumbing #portersindoro #kaosadventure #kaosbacpacker #backpackerindonesia #opentripsemeru #opentripmerbabu #opentripkarimunjawa #opentriprinjani #cikuray #gede #parango #gunungsalak #bromo #karimunjawa #guapindul #raftingsungaielo #raftingelo #raftingprogo #tangkubanperahu
#derawan #belitung #pahawang
Tags:
Gunung Raung