Badai Pasti Berlalu di Gunung Merbabu 3142 mdpl
Katanya kalau ke
Merbabu 80% pasti hujan. Katanya lagi jalur pendakian gunung merbabu itu
tidak bisa dianggap remeh. "Susah lho dek Merbabu, tak anter ke Lawu
aja deh" Saya masih ingat ketika meminta salah satu teman saya yang
sudah berpengalaman untuk menemani saya ke Gunung Merbabu, kalimat
meremehkan yang dia ucapkan saat itu pun tidak membuat saya mengurungkan
niat. Perjalanan yang sudah saya lewati selama ini berhasil mengajarkan
saya bahwa ketakutan itu hanyalah sugesti pribadi, dan cara melawannya
adalah dengan menjalaninya.
Saya terlahir
sebagai anak perempuan di kota besar yang phobia dengan ketinggian,
bahkan saya lebih memilih bersusah payah menyebrang jalan tanpa zebra
cross dibanding lewat jembatan penyebrangan. Berdiri dari lantai 3
mezanin mall dan melihat ke bawah pun saya takut. Tapi sekarang siapa
sangka saya malah ketagihan ketinggian. Berada beribu-ribu meter diatas
permukaan laut, saya berhasil melawan rasa takut dari berbagai
perjalanan yang selalu menyapa saya dengan kalimat halus "i can do it because i want and believe"
Tanpa sadar, tumpuan
kaki ini mampu berpijak hingga puncak gunung Merbabu 3142 mdpl.
Berjalan naik selama 12 jam total perjalanan pulang pergi. Bukanlah rasa
lelah pada fisik yang di rasakan, tapi kata "lelah" yang di timbulkan
oleh otak yang selalu berontak meminta untuk menuruti egoisme diri
sendiri dengan hentak.
Dengan mental awal yang cupu, inilah pendakian pertama saya di atas 3000 mdpl, antara excited
dan rasa takut campur aduk. Empat rute pendakian Merbabu yang di
tawarkan, akhirnya saya memilih pendakian via jalur selo, dari berbagai
sumber yang saya baca, jalur selo adalah jalur pendakian merbabu yang di
rekomendasikan untuk pemula, sampai hingga saya turun kembali dari
puncak, kalimat itu pun berubah menjadi "jalur selo tuh emang jalur buat
turun bukan buat naik". Yang ternyata jalur via selo tidak disarankan
untuk pendakian karena jalurnya yang lebih panjang dan curam. Untung
semua ini sudah lewat dan berhasil saya selesaikan dengan baik Hahaha.
Basecamp menuju Pos I - 60 menit
Di sambut dengan
jalur yang sudah mulai menanjak, ternyata sumber yang saya baca pada
suatu blog tidak benar, di blog itu tertulis dari basecamp menuju Pos I,
jalur yang dilalui berupa jalur landai. Tidak landai, berekspektasi
meremehkan, justru jalur permulaan lah yang paling menyita tenaga kami,
ditambah badan ini belum mulai bisa beradaptasi. Ibarat motor yang baru
di starter.
Pos I menuju Pos II - 45 menit
Di pos I kami sempat
beristirahat lama, sekitar 10 menit, sambil menertawakan fisik kami
yang sangat payah padahal perjalanan belum ada seperempat. Dari Pos I
menuju Pos II tenyata dilalui dengan waktu lebih singkat. Sepertinya
tubuh kami pun sudah mulai beradaptasi dengan baik.
Pos II menuju Pos III (Watu Tulis) - 50 menit
Trek pendakian terus
menanjak tanpa di temukan adanya jalur landai, jarak antar anggota tim
mulai merenggang jauh, masing masing berusaha mengatur langkah kaki
dengan pola nafas.
Pos III (Watu Tulis) menuju Sabana I - 75 menit
Trek paling berat
yang di jumpai selama pendakian Gunung Merbabu. Apalagi pada saat itu
hujan mulai turun dengan deras, kami yang tadinya kekeh tidak mau
menggunakan jas hujan, jadi terpaksa memakai jas hujan, tekstur tanah
merah pun berubah jadi licin sehingga kami harus bertumpu pada
dahan-dahan pohon untuk mengangkatkan kaki. Di trek ini pun banyak
terdapat persimpangan, dimana kami menjadi korban nya, ya kami salah
jalur sehingga harus berusaha lebih keras, karena ternyata trek yang
kami lewati adalah jalur shortcut. Ya pantesan aja cepet !
padahal kalo jalan normal seharusnya Pos III - Sabana I membutuhkan
waktu 1 jam 45 menit - 2 jam. Karena hujan yang kian deras, kami
memutuskan istirahat cukup lama di Pos III, 15 menit. Di pos Watu Tulis
ini sudah mulai banyak yang mendirikan tenda, karena lahan sudah mulai
terbuka.
Pos Sabana I menuju Sabana II - 30 menit
Perjalanan
yang sungguh memanjakan mata, rasa lelah pun tak terasa, trek sudah
mulai landai dengan pemandangan kiri kanan terbuka sabana yang hijau
luas. Telalu bahagia, sampai kita bolak-balik naik turun untuk
mengabadikan momen dalam sebuah bingkai foto. Sepi, tidak ada pendaki
yang lewat, kebanyakan para pendaki memutuskan untuk beristirahat di pos
watu tulis karena kabut sangat tebal. Tiga puluh menit yang terlewati
sangat tidak terasa, walaupun sang Merapi hanya terlihat sesekali
dikarenakan selimut nya yang begitu tebal. Akhirnya sampai di Pos Sabana
II, basecamp terakhir mendirikan tenda dengan total perjalanan dari
Baecamp-Sabana II 5 jam, sudah termasuk istirahat. Masih terhitung
normal, ternyata saya gak cupu-cupu amat haha.
Pos Sabana II yang
di kelilingi padang rumput hijau nan luas saat itu sangat dingin,
setengah pandangan tertutup oleh kabut putih yang tak kunjung turun.
Hasil dari di buru-buru Kahfi, karena kalau keburu gelap nanti ribet
pasang tendanya, akhirnya kita semua berusaha keras untuk sampai sebelum
gelap, pukul 16.00.
Di tengah malam yang
dingin di selimuti kabut, tenda menjadi satu-satu nya tempat untuk
berlindung, ditambah hujan sepanjang malam dengan angin yang berbunyi
seperti gemuruh. Besok kita lihat kalau masih badai kaya gini, mendingan
summit nya tunggu agak reda dulu deh, gak usah ngoyo ngejar
sunrise, kata Kahfi dan Anggey, 2 senior yang sudah lebih banyak
pengalaman mendaki gunung.
Malam berlalu dengan sangat cepat atau mungkin tidur kami yang terlalu pulas. Hingga alarm jam lah yang menyadarkan pagi kami. Jam 04.00 pagi rencana awal untuk mulai summit attack.
Melihat ke luar dengan cuaca yang sangat tidak memungkinkan untuk
memulai pendakian ke puncak, kami pun memundurkan waktu. Belum ada
terdengar langkah kaki berjalan dari dalam tenda, sepertinya para
pendaki lain juga berfikiran hal yang sama dengan kami.
Tidak ada satu pun
yang berani keluar tenda, udara dingin yang menusuk tulang seperti
melarang saya untuk menyodorkan diri menyapa embun pagi. Hingga saya
terpaksa keluar karena harus menemani Sinta yang sudah menahan buang air
kecil dari sebelum tidur. Berusaha befikir positif akhirnya saya
meyakinkan teman-teman yang masih pada di tenda dengan bilang "eh kalo
udah di luar ga dingin deh".Terus menggerakan badan adalah cara saya
satu satunya untuk menghilangkan udara dingin yang mulai menembus ke
tulang. Karena sudah terlanjur di luar akhirnya teman-teman lain
terpaksa keluar juga dan bersama memulai summit attack.
Pukul 05.00 kami
mulai pendakian, katanya dibutuhkan waktu normal 1,5 - 2 jam untuk
mencapai puncak kentheng songo. Dua jam yang berubah menjadi 3 jam
karena kabut yang sangat tebal dan angin yang sangat kencang seperti
tidak mendukung kami untuk berdiri di Puncak Gunung Merabu. Sempat saya
bertanya "kenapa di pendakian gunung pertama saya, saya harus di beri
cobaan seperti ini?" Saya pikir saya hanya berlebihan, tapi ternyata
Anggey pun yang sudah berdiri belasan kali di puncak gunung berkata "gue
gak pernah summit badai kaya gini". Angin berhembus kencang seperti
merapuhkan kuda-kuda kami untuk terus berjalan. Kami memutuskan untuk
berhenti di balik selokan cekung yang di belakangnya tertutup pohon
untuk bersembunyi dari angin, kami diam selama 30 menit, sambil menanti
kapan angin akan berhenti dan Merapi memunculkan kekokohannya.
Angin pun tidak
kunjung melunak, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan
menuju puncak bertiga, karena Sinta memutuskan untuk balik dengan Kahfi
yang menemani. Pukul 08.00, Saya, Anggey, Asoka sampai di puncak Syarif,
yang kemudian berjalan sekitar 2 menit lagi menuju ke puncak Kentheng
Songo, puncak tertinggi di Gunung Merbabu. Kami duduk di puncak
tertinggi Merbabu itu dengan penuh harap bahwa kabut akan turun selama
dua jam. Perut sudah mulai lapar, tapi kami tidak membawa perbekalan,
namun rumor budaya gunung yang terkenal ramah berhasil saya buktikan.
Kami semua pendaki
yang sudah melewati jalur yang sama, rasa lelah yang sama, kerja keras
yang sama, seperti sudah berkerabat. Belum pernah kenal atau bertemu,
kami akrab bersenda gurau, berbagi makanan dan minum, bercerita dan
mengikat tali persaudaraan baru. Dengan tujuan yang sama kami disini,
dari sang penikmat alam kepada Puncak gunung yang tidak pernah beranjak
pergi. Karena badai pasti berlalu.
How To Get There
- Kereta Tawang Jaya Pasar Senen - Semarang Poncol (6 jam) = 65.000
- Taxi ST.Semarang Poncol - Sukun (20 menit) = 60.000
- Bus Semarang -
Boyolali (2 jam)= 20.000 (di Boyolali minta turun di persimpangan menuju
pasar sungkingan, kemudian di lanjutkan jalan kaki menuju pasar
sungkingan sekitar 1 km)
- Di pasar sungkingan bisa carter angkot sampai ke Basecamp Selo (1 jam) = 125.000
- Tiket Masuk Taman Nasional Gunung Merbabu 10.000
What Is The Best Time
Waktu terbaik untuk menikmati Gunung Merbabu adalah bulan Mei kesanam sehingga kabut tidak terlalu tebal.
Tips & Trick
- Usahaka memulai pendakian pagi jam 09.00-11.00 agar bisa sampai di pos terakhir sebelum gelap.
- Jalur selo memiliki beberapa persimpangan, namun treknya terlihat jelas, dan ada banyak pendaki sehingga bisa saling bertanya.
Cheers,
kadekarini
kadekarini
sumber : http://www.kadekarini.com
Tags:
Gunung Merbabu