Telaga Cebong, Dieng Plateau
Terletak di desa tertinggi di Jawa
yaitu Desa Sembungan, Telaga Cebong merupakan telaga yang terjadi dari
bekas kawah purba, dulunya memiliki luas sekitar 18 ha, akan tetapi lama
kelamaan mulai menyempit dan tersisa sekitar 12 Ha.Lokasi Telaga Cebong
berada disebelah barat Gunung Sikunir dengan bentuk menyerupai
cebong/berudu mungkin dari bentuk itulah akhirnya telaga ini diberi nama
telaga cebong.
Air telaga cebong dipagi hari sering
tampak berkilau seperti minyak apabila disaksikan dari jalan menuju
Gunung Sikunir, hal ini juga menjadi moment terbaik untuk diabadikan
oleh para pengunjung. Selain untuk kepentingan pariwisata, telag Cebong
juga menjadi tumpuhan harapan petani untuk setempat untuk mengairi
ladangnya.
Beberapa tahun lalu telaga cebong sempat
direhabilitasi dengan pengerukan menggunakan alat berat untuk
memperluas sisi-sisi telaga yang sudah tersedimentasi dan tumbuh gambut
disekitarnya, pada proses ini ditemukan juga kayu-kayu dengan ukuran
sangat besar didalamnya yang seharusnya dapat dijadikan bahan kajian dan
pembelajaran bagi generasi sekarang, akan tetapi karena keserakahan
akhirnya kayu ini dipotong-potong oleh pemborongnya untuk dijual sebagai
kayu bakar, jenis kayu ini cukup langka untuk sekitar kawasan Dieng,
warnanya hitam, kerasnya luar biasa, dan beratnya mirip besi, disisi
lain keberadaan telaga cebong beserta keunikan tersembunyi tersebut,
masih jarang sekali yang mengetahui kalau ternyata di Sembungan ada 2
(dua)telaga, telaga yang satunya adalah yang berada di puncak gunung
pakuwojo, tepat disekitar batu yang mirip dengan paku atau orang sekitar
sering menyebutnya pakuwojo (paku baja).
Menurut penuturan penduduk
setempat,cerita yang berkembang dan dipercaya oleh warga desa sembungan,
dulu pada proses pembangunan / pembuatan telaga tersebut merupakan
sebuah lomba dari seorang bapak sakti yang memiliki dua anak laki-laki,
lomba tersebut menjadi ajang persaingan antara kakak beradik untuk
mengadu kesaktian masing-masing, kakaknya yang terkenal rajin bekerja
dan sakti mandraguna, memilih posisi paling puncak dari Desa sembungan
yaitu di sekitar pakuwojo, sedangkan adiknya yang pemalas memilih tempat
yang lebih dekat yaitu dibawah sebelah barat bukit sikunir, waktu yang
ditentukan telah tiba kedua kakak beradik tersebut Sudah mempersiapkan
diri.
Pagi-pagi buta sebelum ayam berkokok
sang kakak berangkat terlebih dahulu ke lokasi yang dipilih dan memulai
pekerjaannya, sedangkan si adik yang pemalas masih tidur sampai matahari
cukup terik muncul dari bukit Sikunir, sang adik terlihat sangat santai
karena ternyata menyimpan sebuah rencana jahat terhadap pekerjaan
kakaknya.dia yakin betul pasti akan memenangkan perlombaan.
Matahari semakin condong ke barat,
pertanda waktu semakin sore, pekerjaan sang kakak hampir selesai, bahkan
airnya yang tersimpan dari akar-akar pohon disekitar Pakuwojo mulai
mengalir, sampai akhirnya hampir memenuhi kubangan / telaga yang dia
buat. sementara sang adik tampaknya belum bisa sepenuhnya menyelesaikan
pekerjaannya, lokasi yang ada disebelah selatan belum tergarap juga
bahkan dari bentuknya mirip berudu, dia tidak juga memperhatikan
darimana airnya akan dia dapatkan, disela-sela pekerjaannya sang adik
mulai melancarkan niat jahatnya , dengan cara naik ke puncak pakuwojo,
dan menemui kakaknya, dia mengatakan bahwa kakaknya lah yang menang, dan
sebagai hadiah bapaknya sudah mempersiapkan hidangan daging ayam yang
sangat lezat dan akan mempertemukan dengan calon istri yang cantik
jelita, Percaya dengan kabar dari adiknya , sang kakak bergegas pulang
menuju rumahnya.
Melihat situasi yang bagus tersebut
mulailah sang adik melancarkan rencananya dengan cara membobol telaga
buatan kakaknya agar airnya mengalir ke telaga yang dia bangun, dan
ternyata berhasil dengan sangat sukses. Telaga yang dibangun kakaknya
kering dalam waktu yang tidak terlalu lama dan telaga yang dia bangun
sekarang sudah berisi air bahkan meluap sampai tepian telaga.
Malam itu sang adik tidak pulang
kerumah, tapi tetap berada di pinggir telaga yang dia bangun ,sampai
Keesokan harinya bapaknya mencari kepinggir telaga dan menyatakanbahwa
pemenang dari lomba tersebut adalah sang adik yang berhak mendapat
hadiah pernikahan dengan Calon istri yang cantik jelita. Sampai sekarang
telaga yang dibangun oleh sang kakak tetap mengering dan penduduk
sekitar memberi nama dengan sebutan telaga Wurung ( telaga yang tidak
jadi).
Ternyata di Sembungan ada dua telaga,
ini hanya cerita dari mulut kemulut yang dipercaya oleh warga setempat,
benar atau tidaknya sulit untuk dilacak, yang jelas moral cerita ini
cukup bisa dijadikan sebagai bahan pemikiran tentang sebuah persaingan,
kekeluargaan, konstruksi bangunan, cara untuk mencapai sebuah tujuan
dll.
sumber : http://diengplateau.com