Pendakian Gunung Prau - Wonosobo terkenal dengan dataran tinggi dieng-nya, selain itu ada juga 2 gunung gagah berdiri bersebelahan yang namanya sudah terkenal di kalangan pendaki gunung sejak lama, yakni Sindoro dan Sumbing yang termasuk ke dalam daftar 7 gunung tertinggi di pulau Jawa. Namun ternyata, masih ada satu gunung lagi, yang tingginya tak terlalu menjulang, tapi punya view pemandangan yang sangat mempesona, letaknya berada di daerah dataran tinggi dieng, namanya Gunung Prau.
Terus terang,
Gunung Prau belum lama saya kenal, beberapa bulan lalu, teman saya sempat
mengajak ngetrip ke gunung ini, katanya "pemandangannya super indah,
sunset dan sunrise-nya juara, keren abis pokoknya". Karena saat itu dompet
saya sedang tandus, walhasil saya tidak ikut, kecewa dan merana jadinya, hehe.
Kekecewaan itu coba saya obati dengan mencari info di om google dan dilanjut blogwalking ke sejumlah blog pendaki yang membahas gunung ini. Dan ternyata, wiiihh, makin kecewa bos, soalnya foto-foto Prau yang saya lihat di internet, ngga ada yang jelek, semuanya keren gila. Akhirnya saya jadikan Prau sebagai destinasi impian saya di waktu yang akan datang, dan terwujudlah perjalanan pendakian prau di long weekend kemarin.
Kekecewaan itu coba saya obati dengan mencari info di om google dan dilanjut blogwalking ke sejumlah blog pendaki yang membahas gunung ini. Dan ternyata, wiiihh, makin kecewa bos, soalnya foto-foto Prau yang saya lihat di internet, ngga ada yang jelek, semuanya keren gila. Akhirnya saya jadikan Prau sebagai destinasi impian saya di waktu yang akan datang, dan terwujudlah perjalanan pendakian prau di long weekend kemarin.
Perjalanan
panjang dimulai dengan berkendara dari ujung timur Jawa Barat masuk melewati
berbagai daerah Jawa Tengah hingga tiba di kota Wonosobo. Kemudian dilanjut
dengan perjalanan menanjak menuju kawasan dataran tinggi Dieng. Dalam
perjalanan menuju Dieng, kami menemukan banyak gerombolan pendaki di pinggir
jalan, usut punya usut ternyata disana merupakan pos pendakian Gunung Prau via
Patak Banteng.
Karena waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, tadinya kami ragu untuk naik malam (maklum baru pertama ke sana, takut nyasar dan lain-lain). Namun akhirnya, setelah melalui perdebatan yang panjang dan alot, akhirnya kami sepakat untuk naik jam 9 malam, dengan alasan banyak sekali pendaki yang naik malam itu, jadi kami bisa menguntit mengikuti mereka yang mungkin sudah banyak yang tahu jalur pendakian gunung ini.
Karena waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, tadinya kami ragu untuk naik malam (maklum baru pertama ke sana, takut nyasar dan lain-lain). Namun akhirnya, setelah melalui perdebatan yang panjang dan alot, akhirnya kami sepakat untuk naik jam 9 malam, dengan alasan banyak sekali pendaki yang naik malam itu, jadi kami bisa menguntit mengikuti mereka yang mungkin sudah banyak yang tahu jalur pendakian gunung ini.
Mendaki malam berteman hujan |
Keputusan naik
malam itu juga ternyata sangat tepat, kami tidak kesulitan mencari jalur atau
bahkan nyasar keluar jalur, banyaknya pendaki yang naik memberikan banyak
manfaat buat kami yang baru pertama kali menginjakkan kaki di gunung ini.
Namun, keputusan tersebut juga salah, karena hujan lebat ternyata setia
menghibur kami sepanjang perjalanan.
Di perjalanan pos satu menuju pos dua, disebabkan oleh hujan yang makin deras dengan petir yang mengilat-ngilat, akhirnya kami putuskan untuk singgah dulu di sebuah gubuk tua (sepertinya milik paman petani sekitar perkebunan) berharap hujan cepat reda. Sudah beberapa jam kami menunggu, habis berbatang-batang (jangan ditiru! rokok tidak baik untuk kesehatan, tapi sangat baik untuk kehangatan), ternyata sang hujan tak juga reda, akhirnya dengan gagah berani, kami putuskan untuk lanjut mendaki berteman hujan, saat itu waktu sudah lewat tengah malam.
Sesuai perkiraan hasil dari riset kami sebelum memulai perjalanan, jalur pendakian via Patak Banteng ini ternyata tak terlalu panjang, namun dilengkapi dengan tanjakan terus-menerus hingga sampai bukit teletubbies dekat puncak. Dengan kekuatan fisik yang pas-pasan, ditambah jalur licin yang tersiram hujan, alhasil kami ngos-ngosan dan berjalan selangkah demi selangkah dengan susah payah, hingga akhirnya tiba di kawasan bukit penuh tenda pendaki. Karena sudah sangat lelah secara fisik dan juga mental (maklum newbie), kami pun segera mencari daerah kosong diantara banyak tenda pendaki untuk mendirikan tenda kecil kami.
Di perjalanan pos satu menuju pos dua, disebabkan oleh hujan yang makin deras dengan petir yang mengilat-ngilat, akhirnya kami putuskan untuk singgah dulu di sebuah gubuk tua (sepertinya milik paman petani sekitar perkebunan) berharap hujan cepat reda. Sudah beberapa jam kami menunggu, habis berbatang-batang (jangan ditiru! rokok tidak baik untuk kesehatan, tapi sangat baik untuk kehangatan), ternyata sang hujan tak juga reda, akhirnya dengan gagah berani, kami putuskan untuk lanjut mendaki berteman hujan, saat itu waktu sudah lewat tengah malam.
Sesuai perkiraan hasil dari riset kami sebelum memulai perjalanan, jalur pendakian via Patak Banteng ini ternyata tak terlalu panjang, namun dilengkapi dengan tanjakan terus-menerus hingga sampai bukit teletubbies dekat puncak. Dengan kekuatan fisik yang pas-pasan, ditambah jalur licin yang tersiram hujan, alhasil kami ngos-ngosan dan berjalan selangkah demi selangkah dengan susah payah, hingga akhirnya tiba di kawasan bukit penuh tenda pendaki. Karena sudah sangat lelah secara fisik dan juga mental (maklum newbie), kami pun segera mencari daerah kosong diantara banyak tenda pendaki untuk mendirikan tenda kecil kami.
Sindoro Sumbing yang malu-malu |
Sesaat sebelum
tidur, kami sudah memperkirakan sunrise indah tak bakal muncul hari ini, meski
dalam hati berharap keajaiban Tuhan untuk menyingkap kabut tebal yang halangi
pemandangan. Sekitar jam 5 pagi, riuh suara para pendaki bangunkan kami dari
tidur, dengan semangat kami pun langsung membuka pintu tenda dengan harapan
keajaiban telah muncul, dan ternyata cuma pucuk-pucuk Sindoro dan Sumbing yang
sedikit mengintip diantara kabut pagi itu.
Menjelang siang,
kami bangun dari mimpi indah, dan segera keluar tenda untuk menyaksikan pemandangan
kabut yang masih juga menyelimuti gunung yang katanya indah ini. karena tak ada
pemandangan indah, kami pun malas untuk berkegiatan di luar tenda, sepanjang
hari kami habiskan dengan bergelut bersama sleeping bag yang hangat.
Berjam-jam waktu berlalu kami habiskan dengan tidur-makan-tidur-makan-tidur-ngobrol-tidur-makan-tidur-buangair-tidur dan terus begitu hingga sore menjelang. Mentari siang sempat muncul menyingkap langit biru, harapan kabut tebal segera pergi sempat terlintas di otak kami yang mulai sedikit lelah termakan bosan. Dan ternyata harapan kosong yang terjadi, sang mentari kabur lagi ditelan gumpalan kabut yang makin pekat.
Berjam-jam waktu berlalu kami habiskan dengan tidur-makan-tidur-makan-tidur-ngobrol-tidur-makan-tidur-buangair-tidur dan terus begitu hingga sore menjelang. Mentari siang sempat muncul menyingkap langit biru, harapan kabut tebal segera pergi sempat terlintas di otak kami yang mulai sedikit lelah termakan bosan. Dan ternyata harapan kosong yang terjadi, sang mentari kabur lagi ditelan gumpalan kabut yang makin pekat.
Para
pendaki yang entah karena bosan menunggu, atau mungkin memang sudah jadwalnya
untuk turun gunung, mulai berbenah membereskan tenda dan peralatan perang untuk
bersiap pulang. Satu persatu gerombolan tenda mulai hilang dari bukit-bukit
puncak Prau. Kami lanjut tidur di dalam tenda sambil sesekali mengintip keluar
berharap kabut telah pergi.
Sindoro Sumbing muncul dari lautan awan dibawa sinar rembulan |
Sekitar jam 10
malam, para pendaki yang tersisa saling berteriak sahut-menyahut membuat
kegaduhan yang mengganggu tidur kami. Penasaran dengan apa yang terjadi di
luar, kami pun coba mengintip keluar tenda, dan ternyata.. Subhanalloh, kabut
tebal akhirnya hilang tak bersisa, berita tentang pemandangan indah gunung ini
akhirnya mendapat pembuktian yang nyata. Lautan awan tersaji di depan mata,
pucuk Gunung Sindoro dan Sumbing muncul diantara gumpalannya, terang bulan di
atas kepala menyempurnakan malam minggu kami di atas Gunung Prau.
Kami pun bergegas keluar membawa kamera untuk coba abadikan momen. Sayangnya, kombinasi skill fotografi yang payah, kualitas kamera yang tak terlalu bagus, tak adanya tripod, ditambah getaran tubuh yang menggigil menahan dingin, membuat gambar yang kami ambil kacau semua, tak ada yang benar-benar fokus, hehe. Menyerah dengan kamera, kami putuskan untuk nikmati malam indah itu dengan mengandalkan mata telanjang, merekam setiap keindahan ke dalam memori di kepala.
Kami pun bergegas keluar membawa kamera untuk coba abadikan momen. Sayangnya, kombinasi skill fotografi yang payah, kualitas kamera yang tak terlalu bagus, tak adanya tripod, ditambah getaran tubuh yang menggigil menahan dingin, membuat gambar yang kami ambil kacau semua, tak ada yang benar-benar fokus, hehe. Menyerah dengan kamera, kami putuskan untuk nikmati malam indah itu dengan mengandalkan mata telanjang, merekam setiap keindahan ke dalam memori di kepala.
Ditemani
secangkir kopi hangat, kami duduk-duduk dekat tenda, bercengkrama diselingi
sedikit bercanda, dengan mata yang tak lepas memandangi lukisan indah alam
raya, sungguh momen yang sangat berharga. Seketika kebosanan dan kekecewaan
yang kami rasakan hilang begitu saja, ditelan malam yang menyajikan panorama
keindahan super mewah, digantikan perasaan senang dan takjub yang memenuhi
dada.
Esoknya, jreng
jreng jreng, sunrise indah yang kami nanti-nanti akhirnya muncul hiasi langit
pagi. Udara dingin yang memeluk tubuh dan menusuk tulang, tak menghalangi kami
untuk keluar dari tenda dan nikmati momen sunrise Gunung Prau yang terkenal.
Keindahannya sulit untuk digambarkan dengan kata-kata.
Foto-foto yang kami ambil pun rasanya tak mampu menangkap segala keindahan yang mampu ditangkap oleh mata. Untuk tahu seindah apa sunrise dan pemandangan Gunung Prau, kamu harus datang sendiri dan buktikan kebenarannya. Berikut foto-foto yang kami ambil saat mencoba mengabadikan momen sunrise dan keindahan yang tersaji pada pagi yang cerah di Gunung Prau.
Foto-foto yang kami ambil pun rasanya tak mampu menangkap segala keindahan yang mampu ditangkap oleh mata. Untuk tahu seindah apa sunrise dan pemandangan Gunung Prau, kamu harus datang sendiri dan buktikan kebenarannya. Berikut foto-foto yang kami ambil saat mencoba mengabadikan momen sunrise dan keindahan yang tersaji pada pagi yang cerah di Gunung Prau.
Kata
orang judulnya bukit teletubbies
Pesan
moral yang harus anda perhatikan dan lakukan
Akhirnya,
setelah puas berfoto ria, kami sarapan sebentar, dilanjut dengan bereskan tenda
dan packing semua peralatan ke dalam carrier, bersiap-siap untuk perjalanan
pulang. Banyak pendaki yang melakukan hal serupa dan berbondong-bondong turun
gunung bersama.
Hasilnya, karena saking banyak yang turun berbarengan, jalur pendakian pun penuh dengan antrian. Satu persatu pendaki menuruni setapak yang curam dan licin dengan tertib, saling tolong menolong tanpa ada insiden yang dapat membahayakan keselamatan. Berikut foto-foto jalur pendakian dan panorama keindahan alam di sekitar jalur.
Hasilnya, karena saking banyak yang turun berbarengan, jalur pendakian pun penuh dengan antrian. Satu persatu pendaki menuruni setapak yang curam dan licin dengan tertib, saling tolong menolong tanpa ada insiden yang dapat membahayakan keselamatan. Berikut foto-foto jalur pendakian dan panorama keindahan alam di sekitar jalur.
Pemandangan indah lembah dieng dengan telaga di tengahnya
Tanjakan
terjal diantara pos 2 dan pos 3
Setelah turun
dan beristirahat sejenak, kami jalan-jalan dulu berkeliling di kawasan dieng
plateau dan menemukan pos pendakian Gunung Prau lainnya, yakni melalui jalur
dieng. Menurut informasi yang kami dapat, dibandingkan dengan via patak
banteng, jalur ini medannya lebih bersahabat, namun dengan jarak yang lebih
jauh. Selain 2 jalur ini, ada beberapa jalur lain juga yang bisa dilalui, namun
kami tidak menemukan banyak informasi mengenai jalur-jalur lain tersebut.
Pos
Pendakian Gunung Prau via Dieng
Untuk estimasi
biaya perjalanan, tergantung dari mana daerah asal anda, jika naik bus atau
kendaraan pribadi yang perlu anda tuju pertama kali adalah terminal kota
Wonosobo. Untuk transportasi umum dilanjut naik bus kecil menuju dataran tinggi
dieng, dengan ongkos saat ini kurang lebih 10 ribu rupiah/orang.
Bagi yang membawa kendaraan pribadi, banyak petunjuk arah yang bisa diikuti menuju dataran tinggi dieng. Kemudian berhenti di desa Patak Banteng sebelum menuju dieng. Tak jauh dari sana, anda akan menemukan petunjuk menuju pos pendakian jalur patak banteng. Bagi yang membawa kendaraan, bisa diparkir di tempat parkir yang banyak tersedia di sekitar, saat ini, ongkos parkir motor ditarif 5 ribu rupiah/hari/motor, titip helm 1 ribu rupiah/hari/helm, untuk parkir mobil kami tidak dapat informasinya, untuk tiket mendaki bisa didapat seharga 10 ribu rupiah/orang.
Disamping mendapat tiket, anda akan mendapat peta sederhana jalur pendakian, dan peraturan-peraturan yang berlaku, dengan keterangan denda untuk beragam pelanggaran. Taati peraturan yang berlaku, dan jangan hilangkan tiket pendakian, karena di beberapa pos selalu ada petugas yang akan memeriksa tiket masuk anda, mungkin dengan maksud untuk merazia para pendaki liar.
Bagi yang membawa kendaraan pribadi, banyak petunjuk arah yang bisa diikuti menuju dataran tinggi dieng. Kemudian berhenti di desa Patak Banteng sebelum menuju dieng. Tak jauh dari sana, anda akan menemukan petunjuk menuju pos pendakian jalur patak banteng. Bagi yang membawa kendaraan, bisa diparkir di tempat parkir yang banyak tersedia di sekitar, saat ini, ongkos parkir motor ditarif 5 ribu rupiah/hari/motor, titip helm 1 ribu rupiah/hari/helm, untuk parkir mobil kami tidak dapat informasinya, untuk tiket mendaki bisa didapat seharga 10 ribu rupiah/orang.
Disamping mendapat tiket, anda akan mendapat peta sederhana jalur pendakian, dan peraturan-peraturan yang berlaku, dengan keterangan denda untuk beragam pelanggaran. Taati peraturan yang berlaku, dan jangan hilangkan tiket pendakian, karena di beberapa pos selalu ada petugas yang akan memeriksa tiket masuk anda, mungkin dengan maksud untuk merazia para pendaki liar.
Dengan ketinggian 2.565 mdpl, ditambah
naik dari pos pendakian dengan ketinggian sekitar 1.700 mdpl, pendakian Gunung
Prau tergolong tak terlalu berat untuk dilakukan. Namun tetap saja anda tak
boleh meremehkan bahaya dan resiko yang sewaktu-waktu bisa saja datang.
Memang ada relawan yang selalu siap untuk menolong para pendaki yang kesulitan, namun sungguh sangat tak bertanggungjawab dan sedikit memalukan jika kita harus selalu bergantung pada pertolongan orang lain. Alangkah baiknya untuk melengkapi dan mempersenjatai diri dengan peralatan dan persiapan yang baik dan benar, agar pendakian yang anda lakukan tetap aman dan lancar, selamat sampai tujuan. Semoga bermanfaat, salam lestari!
Memang ada relawan yang selalu siap untuk menolong para pendaki yang kesulitan, namun sungguh sangat tak bertanggungjawab dan sedikit memalukan jika kita harus selalu bergantung pada pertolongan orang lain. Alangkah baiknya untuk melengkapi dan mempersenjatai diri dengan peralatan dan persiapan yang baik dan benar, agar pendakian yang anda lakukan tetap aman dan lancar, selamat sampai tujuan. Semoga bermanfaat, salam lestari!
Punya cerita pendakian seru dan ingin kamu share di bluetripper.com, silahkan kirim cerita pendakianmu via e-mail ke alamat bluetripper18@gmail.com. Mari bercerita tentang mendaki!
sumber : http://www.bluetripper.com