SEMERU AND RINJANI SUMMIT ATTACK
"Semeru gak ada apa-apanya dibanding Rinjani ...." Kata seorang teman seperjalanan.
Tapi summit di Semeru juga tidak mudah. Dimulai dengan bangun tengah malam, waktu itu saya bangun sekitar pukul 22.30 WIB.
*bukan tengah malam sih itu. Tengah malam kan jam 00.00*
Kemudian setengah jam kemudian, alias jam 11, saya dan teman-teman sepergunungan memulai petualangan malam.
- Kalimati-Arcopodo jalannya tanah, kanan kirinya banyak pohon cemara. Persis seperti lagi naik-naik ke puncak gunung.
- Track Kalimati-Arcopodo menananjak. Beberapa cukup terjal sehingga harus memanjat akar.
- Perjalanan Kalimati-Arcopodo 1,5 jam. Lumayan.
- Selanjutnya, Arcopodo-Cemoro Tunggal. Di sini kontur jalannya mirip-mirip dengan track sebelumnya. Dari Arcopodo ke Cemoro Tunggal kurang lebih setengah jam. Cincai wink emotikon
- Lepas Arcopodo...baru ini GOKIL!!!
- Dari Cemoro Tunggal sampai Puncak Mahameru sebenarnya tidak terlalu jauh, tapi percaya atau tidak, jam 5.20 pagi saya baru menyentuhkan telapak sepatu saya di lapang luas puncak mahameru.
EMPAT JAM. Kenapa bisa begitu lama?
Karena 4 jam terakhir itu tempat kita melangkah isinya pasir dan batu. No literally quicksand yang bisa menyedot kakimu kayak di film-film Indiana Jones, tapi pasir menuju mahameru itu benar-benar membuat kaki terbenam. Jadi melangkah naik 1 step, kaki langsung turun setengah, atau malah tiga perempat. Kalau naik 5 langkah, de facto-nya cuma 2 langkah, karena yang 3 langkah terserap ke dalam "hisapan" pasir.
Oke. Summit mahameru level capek kita kasih nilai 7. Lalu, kenapa di awal tadi secara eksplisit dikatakan bahwa di summit di Rinjani lebih dahsyat?
Kalimati-nya Rinjani adalah Pelawangan Sembalun. Di sini para petualang membuka tenda dan mengistirahatkan jiwa. Ritual summit dimulai juga dengan bangun tengah malam.
Tengah malam ya!
#ifyouknowwhatimean
Setelah menenggak kopi, mempersiapkan bekal, pemanasan, dan berdoa, selanjutnya genderang perang melawan hawa dingin siap pun dimulai. Hiyaaa...
- Jadi 45 menit pertama masih sekitaran Pelawangan Sembalun. Kontur jalan tanah dengan tekstur bervariasi naik-datar-turun. Dari 1 sampai 10, level capeknya hanya 3.
- 1 jam kemudian jalur menanjak sempit berliku berpasir tebal dan sangat berdebu. Kaki akan tenggelam sedalam 20-30 cm setiap melangkah, akibatnya 3 kali melangkah langsung otomatis terkoversi efektif menjadi 1-2 langkah. Level Capek 8.
*sampai sini stamina bisa disamakan dengan bak mandi yang kotor = DIKURAS*
- 2 jam berikutnya jalan sempit-datar-menanjak berpasir tipis dengan bonus pemandangan Danau Segara Anak di sebelah kanan, dan Desa Sembalun dari ketinggian di sebelah kiri. Sebenernya gak terlalu berat track yang ini, tapi karena sudah capek dari awal, makanya level capek-nya kita kasih nilai 4 saja.
- 2 jam terakhir bagai neraka: kontur jalan berupa batu-batu kecil seperti pasir dengan ketebalan 20-30 cm, dan jalan sempit selebar 1-3 meter di mana kanan kirinya jurang (harus extra hati-hati), serta kontur jalan yang menanjak dengan kemiringan mulai dari 30 deajat sampai 60 derajat. Inilah puncak rasa capeknya. Level capek 9,5.
Puncak rasa capek yang dirasakan 2 jam sebelum Puncak Rinjani tersebut bisa dikatakan wajar. Wajar karena setelah fisik (dan mental) dihajar lebih kurang 4 jam di awal summit attack, tanjakan di 2 jam terakhir tersebut akhirnya hanya menyisakan residu tenaga dengan kondisi:
- Fisik yang capek, otot yang pegal, dan nafas yang ngos-ngosan.
- Ditambah angin dingin yang membekukan bibir, telinga, dan ujung-ujung jari tangan membuat mata mengantuk dan badan ingin meringkuk.
- Ditambah mental berjuang yang perlahan-lahan sirna seiring dengan sang surya yang mengintip di ujung timur sehingga membuat gelapnya langit subuh perlahan berubah mendambakan pagi.
- Ditambah semangat yang semakin lama semakin terdepresiasi akibat satu demi satu orang lokal dan bule, baik laki-laki maupun perempuan, menyalip mendahului. Ada "harga diri" yang tercoreng setiap kali dilampaui dengan mudah oleh pendaki lain
Selama 2 jam penyiksaan itu saya berjalan merambat dan terkadang merayap. Maju melangkah 1 step, turun setengah. Melangkah 2 step, turun 1. Begitu seterusnya..............
*lalu kapan nyampenyaaaaaaa??!!*
Istirahat berkali-kali tidak mengembalikan tenaga kuda yang tersembunyi dalam diri. Sambil melangkah sia-sia seperti tadi, tangan ini berkali-kali berusaha menggapai batu besar di kanan atau kiri sebagai tumpuan.
*next time ke sana lagi, bawalah track pole. Penting dan dibutuhkan*
Di 2 jam terakhir itu, badan saya lemah tak berdaya, rasanya ingin menyerah, namun kepalang tanggung sudah berjalan sejauh ini. 300 meter di depan (baca: di atas. Soalnya jalurnya miring) terlihat orang-orang menyemut: itu pasti Puncak Rinjani. Melihat Puncak Rinjani sudah di depan mata, semangat kembali membara, namun otot paha dan kaki tidak bisa dikelabui: 6 langkah lebar-lebar hanya "dihargai" 3 langkah. Sungguh tebalnya pasir berbatu ini sarang korupsi. Bagaimana mungkin 6 langkah hanya efektif menghasilkan 3 langkah??. Oh Rinjani..
Rinjani summit attack... Capek, tapi ngangenin..