Mendaki Gunung Demi Pamer Ucapan dan Nyampah
Saat ini banyak Aktivis lingkungan serta sejumlah Pecinta alam
mengkampanyekan aktivitas Nol Sampah (Zero Waste) dan penghematan
kertas, namun tampaknya hal sebaliknya tidak berlaku bagi sejumlah
Pendaki gunung yang katanya mengaku Pecinta alam.
Slogan ‘tidak ada yang diambil kecuali foto, tidak ada yang memburu
apapun kecuali waktu, dan tidak ada yang ditinggalkan kecuali jejak’
ternyata hanya jadi hisapan jempol belaka bagi para pendaki atau mungkin
juga kamu…yaa kamu sobat greener FHI.
Pasalnya meski seringkali diingatkan, nyatanya persoalan sampah di
gunung kerap menjadi persoalan serius yang bisa merusak kawasan
konservasi.
Yang lebih mencengangkan, seiring fenomena selfie dan semenjak adanya
film petualangan abal-abal kemarin, jenis sampah di gunung tidak cuma
logistik pendaki tapi juga sampah kertas ucapan.
Banyak sekali Pendaki khususnya yang pemula berbondong-bondong
mendaki gunung hanya untuk mengejar foto selfie sambil memegang kertas
ucapan dan digunakan tampil eksis di media sosial.
Ya, satu gaya foto yang sedang digandrungi oleh Pendaki sampah tak
beretika itu adalah berfoto dengan kertas yang ditulis ucapan.
Semakin banyak yang mendaki, semakin banyak gaya yang tercipta.
Terlalu bosan dengan wajahnya sendiri yang masuk tangkapan kamera, kini
ada kertas dengan bermacam ucapan.
Memang sudah sejak lama gaya seperti ini dilakukan segelintir Pendaki
Gunung. Namun baru akhir-akhir ini ramai dilakukan banyak Pendaki.
Seringnya, kertas ini dibawa ke puncak gunung yang kemudian dipakai
selfie saat berada di puncak. Bisa juga dipakai selfie saat mentari
terbit.
Namun, ada juga yang memotret kertas ucapan dengan latar pantai, hutan, atau bahkan pemandangan kota.
Gaya selfienya pun banyak jenis. Bisa hanya fokus ke tulisan dan
menjadikan pemandangan sebagai latar belakang. Tapi seringnya selfie
sambil membawa tulisan.
Bagi yang sedikit malu-malu atau mungkin takut jerawatnya ikut eksis,
bisa menutupi setengah muka dengan kertas yang berisi ucapan.
Lalu apa isi ucapannya? Sangat beragam. Mulai dari ucapan untuk
seseorang, cinta, pamer telah sampai puncak, dan masih banyak lagi.
Menarik memang, tapi kenyataanya tak selamanya semanis itu.
Banyak Pendaki (atau mungkin kamu) yang lupa atau sengaja melupakan
kertas ucapannya untuk dibawa pulang. Akhirnya menjadi gunung baru,
gunung sampah. Ampun!
Ada yang lebih parah, beberapa Pendaki atau mungkin Sobat greener FHI juga pernah membawa kertas ucapannya sudah dilaminating.
Barangkali supaya tidak rusak diperjalanan, iya ya? Namun justru malah menakutkan dampaknya.
Kertas laminating tidak bisa terurai tanah dalam waktu singkat,
bahkan saat Pendaki itu sudah tinggal nama, sampah laminatingnya masih
ada.
Ya, laminating termasuk sampah plastik yang membutuhkan waktu 1.000-20.000 tahun untuk bisa hancur terurai.
Yach, rasanya eksistensi mendaki gunung sudah berubah maknanya. Kalau
zaman Soe Hok Gie dan Idhan S Lubis mendaki untuk mendekatkan diri ke
Tuhan, mencintai alam dan membangun jiwa nasionalisme.
Zaman sekarang, mendaki cuma untuk mencari kesenangan dan foto profil.
Foto boleh jadi hasilnya indah dan keren. Tapi apa kerennya jika
sampahnya dibuang begitu saja di puncak. Jangan mengaku Pecinta alam
jika masih senang menyiksa alam.
[ www.forumhijau.com | FHI ]
Tags:
Konservasi