Spesialis Ayam Kampung Sejak 1959
Sate Ayam Podomoro
Sesuai namanya
PODOMORO, orang-orang pada berdatangan di warung ini dengan satu
kepentingan yaitu melepaskan rasa lapar. Tidak mau ketinggalan saya pun
ikut serta, dengan langkah pasti saya memilih tempat duduk yang tidak
jauh dari alat pemanggang sate, kepulan asap putih dan lemparan
bunga-bunga api pun menjadi pemandangan khas di siang itu.
Saya langsung memesan satu porsi sate ayam campur (daging, kulit dan hati) dan ditemani kekasih tercintanya satu porsi nasi plus es jeruk manis. Kurang dari lima menit akhrinya pesanan saya datang, serta satu piring bawang merah hadir di hadapan saya dan siap disantap.
Cita rasa nikmat dari bumbu sate yang ditaburkan di atas tusukan sate pun berlanjut pada potongan daging ayam tersebut. Daging ayam yang terkenal alot pun tidak terbukti di warung Sate Ayam Podomoro ini. Lembut dan empuk itulah yang saya rasakan ketika saya gigit perlahan. Satu porsi sate dan nasi di bandrol Rp. 20.000,- bagi saya adalah harga yang pantas karena sesuai dengan kenikmatannya.
Sembari menikmati cita rasa sate ayam Podomoro ini, mata saya sesekali melihat lalu lalang pembeli yang datang dan pergi. Terkadang ada pembeli yang menunggu di luar untuk mendapatkan tempat duduk. Satu hal yang bisa menarik bagi saya, komunikasi dengan bahasa tubuh dimana para pembeli saling pengertian dengan calon pembeli sehingga mereka pun bergantian tempat duduk untuk menikmati sate Podomoro.
Setelah selesai makan, saya sedikit ngobrol ringan dengan salah satu pembeli yang sudah turun temurun menjadi pelanggan di warung ini. “Saya sudah lama menjadi pelanggan di warung ini, sejak saya SD hingga sudah bekerja. Pertama kali datang ke sini diajak Bapak saya, setelah jalan-jalan dari Malioboro,” ungkap Alexander Benie warga Kwarasan.
Dari mas Alexander Benie saya juga mendapatkan informasi keberadaan Sate Podomoro, sejak tahun 1959, warung ini sudah berdiri dan menjadi salah satu legenda warung sate di kota Jogja ini, selain itu warung ini memilih hari Jumat sebagai hari libur dengan alasan agar bisa persiapan sholat Jumat dengan baik dan benar. (aanardian/kotajogja.com)
Saya langsung memesan satu porsi sate ayam campur (daging, kulit dan hati) dan ditemani kekasih tercintanya satu porsi nasi plus es jeruk manis. Kurang dari lima menit akhrinya pesanan saya datang, serta satu piring bawang merah hadir di hadapan saya dan siap disantap.
Cita rasa nikmat dari bumbu sate yang ditaburkan di atas tusukan sate pun berlanjut pada potongan daging ayam tersebut. Daging ayam yang terkenal alot pun tidak terbukti di warung Sate Ayam Podomoro ini. Lembut dan empuk itulah yang saya rasakan ketika saya gigit perlahan. Satu porsi sate dan nasi di bandrol Rp. 20.000,- bagi saya adalah harga yang pantas karena sesuai dengan kenikmatannya.
Sembari menikmati cita rasa sate ayam Podomoro ini, mata saya sesekali melihat lalu lalang pembeli yang datang dan pergi. Terkadang ada pembeli yang menunggu di luar untuk mendapatkan tempat duduk. Satu hal yang bisa menarik bagi saya, komunikasi dengan bahasa tubuh dimana para pembeli saling pengertian dengan calon pembeli sehingga mereka pun bergantian tempat duduk untuk menikmati sate Podomoro.
Setelah selesai makan, saya sedikit ngobrol ringan dengan salah satu pembeli yang sudah turun temurun menjadi pelanggan di warung ini. “Saya sudah lama menjadi pelanggan di warung ini, sejak saya SD hingga sudah bekerja. Pertama kali datang ke sini diajak Bapak saya, setelah jalan-jalan dari Malioboro,” ungkap Alexander Benie warga Kwarasan.
Dari mas Alexander Benie saya juga mendapatkan informasi keberadaan Sate Podomoro, sejak tahun 1959, warung ini sudah berdiri dan menjadi salah satu legenda warung sate di kota Jogja ini, selain itu warung ini memilih hari Jumat sebagai hari libur dengan alasan agar bisa persiapan sholat Jumat dengan baik dan benar. (aanardian/kotajogja.com)
sumber : http://www.kotajogja.com