Mountain Sickness : Penyebab dan Gejala Penyakit di Gunung
Acute mountain sickness atau sering kita bilang “Monsick” adalah
suatu penyakit yang banyak menyerang para pendaki gunung. Penyakit ini
terjadi terutama pada pendakian lebih dari 2400 meter. Tidak jarang,
pendaki gunung meninggal karena mountain sickness.
Penyakit yang juga disebut altitude sickness ini terjadi karena
ketidakmampuan tubuh untuk beradaptasi dengan kondisi alam di pegunungan
yang berbeda dibandingkan dataran rendah. Di daerah pegunungan, tekanan
udara dan kadar oksigen lebih rendah dibanding dengan dataran rendah,
hal ini menyebabkan tubuh kekurangan oksigen.
Salah satu cara untuk membuktikan adanya perbedaan kondisi alam adalah
dengan cara melihat penggelembungan beberapa barang yang dibawa.
Misalnya bungkus snack menjadi gendut menggelembung seperti balon. Botol
minuman yang dari bawah dalam keadaan tertutup rapat, bila dibuka pada
ketinggian itu tutupnya meletup. Kok bisa?
Hal itu terjadi karena perbedaan tekanan udara. Di pantai (0 mdpl),
tekanan udara adalah 760 mmHG dengan konsentrasi oksigen 21%, sedangkan
pada ketinggian 2.500 mdpl, tekanan udara hanya 570 mmHG. Dengan
demikian, meskipun konsentrasi oksigen sama, kerapatan molekulnya
berkurang 25%. Faktor inilah yang telah menggelembungkan barang-barang
di atas.
Pada kondisi tersebut, apa yang terjadi pada tubuh kita?
Hati-hati, ternyata, diam-diam pembuluh darah kita pun ikut
menggelembung. Dan penggembungan pembuluh darah itu menyebabkan
terjadinya kebocoran cairan. Inilah yang menjadi faktor utama mountain
sickness.
Beberapa penyebab lain mountain sickness adalah :
– Ketinggian yang dicapai
– Mendaki terlalu cepat
– Kelelahan
– Kekurangan cairan
– Ketinggian yang dicapai
– Mendaki terlalu cepat
– Kelelahan
– Kekurangan cairan
Kemungkinan terkena mountain sickness antara satu orang dengan yang
lain tidaklah sama. Beberapa pendaki sangat rentan, sementara yang lain
berdaya tahan kuat. Sayangnya, sampai saat ini, belum ada metode klinis
yang bisa mengidentifikasi dan memilah manusia yang rentan dan yang
tahan terhadap ketinggian. Jadi yang mengetahui tubuh kita kuat atau
tidak, adalah diri kita sendiri.
Gejala-gejala mountain sickness :
– Pusing atau pening
– Mual sampai muntah-muntah
– Napas tersengal-sengal pada saat melakukan aktivitas fisik
– Kelelahan
– Hilang napsu makan
– Sulit tidur
– Menyendiri, malas bergaul dan berkomunikasi
– Pusing atau pening
– Mual sampai muntah-muntah
– Napas tersengal-sengal pada saat melakukan aktivitas fisik
– Kelelahan
– Hilang napsu makan
– Sulit tidur
– Menyendiri, malas bergaul dan berkomunikasi
Apabila mendapatkan perhatian dan perlakuan sebagaimana mestinya,
mountain sickness umumnya tidak berakibat fatal. Sebaliknya, bila
kondisi ini tidak dipahami dan diabaikan, masalah lebih serius
mengancam.
Gejala yang lebih berat adalah :
– Kehilangan koordinasi gerakan, sempoyongan bila berjalan
– Kebingungan, irasional
– Mengalami halusinasi
– Meracau
– Lunglai, dan pada keadaan yang paling parah mengalami koma
– Kehilangan koordinasi gerakan, sempoyongan bila berjalan
– Kebingungan, irasional
– Mengalami halusinasi
– Meracau
– Lunglai, dan pada keadaan yang paling parah mengalami koma
Lebih dari lima puluh persen penderita yang sampai mengalami koma,
akhirnya tewas. Sementara yang berhasil bertahan, kebanyakan mengalami
cedera otak permanen yang menyebabkan ketidaknormalan kondisi mental
atau kekacauan koordinasi motorik. Kalau mendapatkan penanganan yang
pas, jangan takut, asal belum sampai mengalami koma, penderita bisa
pulih total.
Sayangnya, pendaki gunung sering cuek-bebek terhadap gejala-gejala itu.
Kebanyakan menganggap gejala-gejala yang dirasakan semata-mata hanya
karena terlalu capai, stamina loyo, kurang tidur, atau bahkan masuk
angin. Dari pendapat ini, umumnya penderita montain sickness hanya
merasa perlu beristirahat sebentar, kemudian naik lagi. Meskipun
beristirahat ada benarnya, perlakuan semacam itu keliru.
Untuk pencegahan kondisi seperti ini dapat dilakukan dengan
aklimatisasi yang baik, yaitu dengan mendaki perlahan, sehingga
memberikan waktu bagi tubuh untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan
yang baru.
Selain itu, jangan terlalu lelah dan minum cukup air.
Terapi terbaik untuk yang terkena mountain sickness adalah dengan turun
gunung. Pada kasus yang ringan, anda dapat berisitirahat sejenak hingga
kondisi tubuh stabil dan terbiasa dengan kadar oksigen yang rendah.
Pemberian oksigen dapat pula dilakukan untuk memperbaiki kondisi pasien.
Apabila ada dokter atau tenaga medis di sekitar, pengobatan dengan
acetazolamide dapat diberikan untuk mempercepat kemampuan tubuh untuk
beradaptasi pada ketinggian.
Mendaki gunung memang menyenangkan, tapi tentunya diperlukan
persiapan dan pengetahuan yang cukup agar dapat menikmatinya. Mountain
sickness dapat terjadi pada siapapun, laki-laki atau wanita, oleh karena
itu berhati-hatilah dalam mendaki gunung. Bukan hanya menyiapkan
tulisan atau bendera untuk berfoto di puncak, yang lebih penting adalah
siapkan fisik dan mental.
sumber : https://indonesia360derajat.wordpress.com