Ilmuwan Prediksi Bencana Global Letusan Gunung Api Dahsyat
Rabu, 15 April 2015 19:58
TRIBUN MEDAN / DEDY SINUHAJI
ILUSTRASI - Gunung Sinabung mengeluarkan lava pijar bersama guguran awan panas terlihat dari Desa Tiga Pancur, Tanah Karo, Sumut, Kamis (10/9/2014). Aktivitas Gunung Sinabung sepekan terakhir masih mengalami peningkatan.
TRIBUNJOGJA.COM - Sekelompok ilmuwan dari
European Science Foundation memprediksi kemungkinan terjadinya letusan
gunung berapi dahsyat pada akhir abad ini.
Mereka menyebutkan, kemungkinan itu bisa terjadi dengan probabilitas sekitar 5 - 10 %.
Pemetaan letusan super volcano yang pernah terjadi (European Science Foundation)
Mereka menambahkan bahwa letusan dahsyat gunung berapi ini, bisa
mempengaruhi seluruh dunia bahkan bisa melemparkan kembali umat manusia
seperti halnya pada jaman pra sejarah.
Atas prediksi itu, para ilmuwan meminta kepada dunia untuk
mengalokasikan dana khusus mitigasi bencana tersebut serta untuk
memonitor aktivitas gunung berapi.
Sebagaimana dilansir Mail Online, para ahli ini mengibaratkan
kehancuran bencana tersebut sama halnya dengan yang terjadi ketika
Gunung Tambora di Sumbawa meletus pada tahun 1815. Letusannya,
diperkirakan telah membunuh lebih dari 100 ribu jiwa.
Gunung Tambora (Foto : Jialiang Gao/Wikimedia Common)
Letusan itu telah melontarkan asap tebal ke angkasa hingga ketinggian
43 kilometer sehingga memicu terjadinya penurunan suhu global lantaran
sinar matahari tertutup oleh kabut tebal vulkanik.
Di kalangan para ahli, hal ini dikenal dengan istilah Tahun Tanpa Musim Panas.
"Meskipun dalam beberapa dekade ke belakang, gempa bumi telah menjadi
penyebab utama terjadinya kerusakan dan hilangnya nyawa, namun
sesungguhnya resiko paling utamanya adalah meletusnya gunung api.
Kejadiannya memang terhitung relatif lebih jarang, namun akibatnya bisa
memicu bencana massal secara global," demikian kutipan paparan dalam
laporan ilmiah yang dipresentasikan dalam sidang European Geosciences
Union di Vienna pada Selasa (14/4/2015) kemarin.
Dengan resiko tersebut, mereka meminta agar setiap negara benar-benar
mengalokasikan dana untuk memonitor aktivitas gunung api. Selain itu,
proses mitigasi pra bencana dan paska bencana harus benar-benar
direncanakan secara matang.
"Ini juga membutuhkan respon tepat dari geopolitik internasional meliputi tahapan persiapan, respon dan mitigasi," tambahnya.
Tak hanya bencana gunung api, namun ada bencana global lainnya yang
mereka bahas. Semisal tsunami, gempa bumi, kebakaran hutan, angin
tornado, ancaman asteroid, serta banjir. Namun, diantara bencana-bencana
tersebut, para ahli memilih erupsi vulkanik merupakan bencana yang
lebih serius.
Mereka merinci, letusan Gunung Eyjafjallajokull silam telah
melemparkan abu vulkanik hingga ke atmosfer dan menyebabkan kerugian
akibat lumpuhnya lalu lintas udara di Eropa.
letusan Gunung Eyjafjallajokull (EP)
Padahal gunung ini memiliki skala letusan vulkanik (VEI) antara 3 hingga 4.
Bandingkan, letusan Gunung Vesuvius yan menghancurkan Pompeii
mencapai skala VEI 5, sementara letusan Gunung St Helen pada 1980
mencapai skala Vei 5.
Itu juga belum seberapa.
Dari 20 letusan dahsyat gunung api sejak 1500, hanya ada satu letusan
paling dahsyat yang pernah tercatat dengan skala hingga VEI 7. Yakni
letusan Gunung Tambora.
Selain itu, 75 ribu tahun lalu, letusan dahsyat gunung yang
menciptakan danau Toba tercatat sebagai letusan paling dahsyat di dunia
dengan skala VEI 8.
Tabel : European Science Foundation
"Letusan sebesar Toba bisa melemparkan kembali umat manusia ke jaman pra sejarah" tanda para ahli.
Mereka menyebutkan bahwa letusan sebesar itu terjadi setiap 45 ribu
tahun sekali dalam 714 ribu tahun. Namun sekali meletus, mengakibatkan
kehancuran massal secara global. (*)
sumber : http://jogja.tribunnews.com