Lagi dan lagi Caving, menuruni indahnya Goa Cokro
Makupella Yogyakarta
Sore itu, setelah
packing alat dan breefing selesai kami melakukan perjalanan menuju Goa
Cokro. Kegiatan ini merupakan Pendidikan Lanjut Divisi Caving dari
Anggota Muda Makupella yaitu Anjani. Perjalanan menuju Goa Cokro lumayan
jauh dan beberapa kali rombongan kami berhenti untuk sekedar bertanya
ke warga arah menuju Goa Cokro. Tim yang beranggotakan : Om Wisnu, Ipil,
Mamalia,Bunda Anjani, Susi “congok”, Bos Aneri, Aeni “ngak-ngek” dan
Ana “genter” akhirnya tiba di pendopo desa Belimbing setelah perjalanan
kurang lebih 3 jam. Pendopo ini biasa digunakan untuk bermalam sebelum
melakukan kegiatan di goa cokro.
Pagi harinya sebagian dari tim mengirimkan surat ijin kepada kepala
dukuh Belimbing dan menemui pengelola dari Gua Cokro untuk meminta ijin
dan kunci gembok gua.
Pada
saat itu kami mendapat beberapa wejangan dari pengelola, bahwa untuk
anggota cewek yang sedang berhalangan tidak diperkenankan untuk turun,
serta selalu menjaga etika saat berada dalam gua. Hal ini kami maklumi
sebagai kearifan lokal dari daerah sini yang harus dihormati. Wal hasil
setelah breefing, diputuskan bahwa yang turun ke gua cokro hanya 4 orang
saja yaitu : Anjani ( sebagai riging man dan cleaner). Om Wisnu (
secound Man), congok dan mamalia. Dan anggota lain menunggu di mulut
goa.
Goa Cokro merupakan goa yang letaknya ada
di Kecamatan Pojong Kabupaten Gunungkidul gua ini merupakan perpaduan
antara goa vertikal dan horisontal. Gua Cokro
sendiri memiliki 2 buah entrance, mulut goa yang sebelah kiri merupakan
entrance yang paling mudah menurut kami karena tidak tertutupi dengan
semak-semak dan ranting kayu sehingga lebih nyaman untuk dimasuki
dibandingkan dengan mulut goa yang sebelah kanan. entrance goa ini
semacam lubang sumur yang berdiameter kira-kira 2×1 meter dengan
kedalaman kira-kira 20 meter. Tapi panjang dalam goa kira-kira sampai
200 meter.
Seusai melakukan Orientasi Medan ( ormed )
Anjani mulai melakukan riging dan memasang beberapa pengaman di dekat
mulut goa yang dijadikan sebagai ancor. Mulut goa yang sempit sedikit
menyulitkan riging man untuk membuat lintasan dikarenakan rawan friksi.
Setelah “Main Ancor” dibuat kemudian diskender dipasang untuk menuruni
lintasan. Setelah orang pertama turun dan lintasan dipastikan aman tanpa
ada tali friksi orang kedua turun dan selanjutnya deskender dari orang
ketiga dan keempatpun menuruni lintasan yang dibuat riging man. Saat
masuk pertama kali kedalam goa mengguanakan dengan teknik SRT (Single
Rope Technique), setelah melewati mulut goa yang sempit kita akan sampai
pada bagian dalam goa yang ternyata cukup luas dan sangat indah dan
menakjubkan.
Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak
lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi
daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua.
Petualangan di lorong gelap bawah tanah
menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar
bercampur dengan perasaan cemas karena gelap total. Sehingga apabila
orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”, barangkali catatan
Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi seorang
penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar yang
mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.
Setelah semua anggota tim sampai didasar
goa. Tim melakukan eksplorasi di goa cokro, keadaan tanah yang sangat
becek sedikit menyulitkan kami untuk melakukan eksplorasi karena hanya
satu orang dari tim kami yang menggunakan sepatu but. Dan keadaan ini
menyebabkan sandal gunung yang dipakai salah seorang anggota tim putus.
Kami melakukan penelusuran kearah mulut gua yang sebelah kanan. Goa
Cokro merupakan tipe goa kering diaman di dalam goa tersebut tidak
terdapat aliran sungai bawah tanah. penelusuran dilalui dengan berjalan
kaki biasa diantara jalan yang lembek semacam lumpur sampai pada jalan
merangkak dan merayap. tidak seperti goa-goa lain yang pernah kami
masuki dimana banyak terdapat stalaktit, stalagmit, didalam goa ini
kami juga menemukan pemandangan menakjubkan lainnya yaitu pola bebatuan
melingkar seperti pola pada kayu jati dan juga ornamen kamar pengantin
yang luar biasa indahnya.
Setelah puas melakukan eksplorasi dan
mengabadikan ornament-ornament indah di goa ini. kami kemudian naik ke
atas mulut goa dan Anjani melakukan cleaning. Untuk mengganti kekecewaan
dari beberapa anggota yang terpaksa tidak bisa turun, kami melanjutkan
perjalanan ke pantai Wediombo yang kata penduduk sekitar lokasinya
tidak terlalu jauh dari Goa Cokro.
Ternyata setelah perjalanan selama
kuranglebih 2 jam kami baru menginjakan kaki di pantai Wediombo. Waktu
perjalanan yang sangat lama kami pikir. Setelah sampai kami sempat
berfoto-foto ria di pantai ( maklum saja karena tim ini mayoritas adalah
cewek sehingga sedikit narsis ).
Dikarenakan kondisi cuaca yang kurang baik, kami mengurungkan niat kami untuk bermalam di pantai ini.
Benar saja setelah kami berjalan menuju
parkiran. Hujan yang sangat deras turun sehingga memaksa kami untuk
tertahan di parkiran. Setelah hujan dirasa sedikit mereda kami
melanjutkan perjalan menuju jogja nanum disepanjang jalan pulang kami di
temani rintik hujan bahkan sampai kami tiba di BC Makupella kondisi
masih hujan. Keesokan harinya kami melakukan cuci alat dan melakuakan
evaluasi kegiatan kemarin.
sumber : https://makupella.wordpress.com
Tags:
Wisata Gua