Temuan baru Situs Candi Liyangan, Dusun Liyangan, Desa Purbasari Kecamatan Ngadirejo sekitar 20 Kilometer arah barat laut dari kota Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
(Ada situs lebih tua dari Borobudur di Temanggung?) Saat berkunjung ke situs liyangan di Ngadirejo Temanggung
yang sedang dieskavasi Balai Arkeologi Yogyakata, Tim Geologi (tim terpadu riset
mandiri) sempat mengambil sample untuk kepentingan carbon dating.
Sample itu dikirim bersamaan dengan
sample beberapa lapisan di gunung padang ke Laboratorium Miami Florida.
Hasilnya Umur batang pohon yang terbakar saat ditemukan tim di Situs
Liangan usianya 690 Masehi. Jauh lebih muda dari lapisan yang pernah di
carbon dating oleh Balai Arkeologi Yogyakarta sekitar tahun 975 M.
Mungkin saja masih
bisa ditemukan di lapisan bawahnya yang berumur lebih tua lagi, yang
artinya ada bangunan situs lain yang lebih tua dari Borobudur.
Kita tunggu perkembangan dari eskavasi Balai Arkeologi Yogyakarta. Berikut tentang situs liyangan
Dari beberapa situs seperti Liyangan
(Temanggung), Batu Jaya (Karawang), Trowulan (Mojokerto), dan lain lain yang
ditemukan dalam keadaan terkubur, makin meyakinkan kita bahwa banyak
pengetahuan kebencanaan dan peradaban kita yang tidak hanya tercatat
dalam sejarah, tetapi juga mengikis keinginan kita untuk mengetahuinya.
Artefak bukan semata art dan komoditi pariwisata,
Lebih dari itu kita
bicara visi bangsa ke Depan.
Tim Katastropik purba telah melakukan pra-survey ke situs Liyangan. Ada
yang menarik di situs yang sudah di eskavasi sebagian itu, di dinding
yang paling atas bangunan ternyata mirip bangunan Romawi. Kelihatannya
kalibrasi geolistrik, georadar dengan hasil situs Liyangan Temanggung
bisa menjadi opsi.
Ada hal yang sangat menarik di situs Liyangan, Materialnya berbeda
bukan batu bata seperti batu Jaya dan Trowulan melainkan mirip benteng Romawi.
Misteri Situs Liyangan
Tahun 2008 masyarakat Temanggung tiba-tiba saja dikejutkan dengan adanya sebuah penemuan candi lagi di sebuah penambangan pasir yang tidak jauh dari candi Pringapus, tepatnya di Dusun Liyangan, Desa Purbasari Kecamatan Ngadirejo sekitar 20 kilometer arah barat laut dari kota Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Situs Liyangan berupa candi ukuran kecil dan hingga kini di kawasan penambangan pasir di lereng Gunung Sindoro itu masih ditemukan benda-benda bersejarah lain. Di kawasan dengan ketinggian sekitar 1.400 di atas permukaan air laut tersebut pertama kali ditemukan sebuah talud, yoni, arca, dan batu-batu candi, diduga bahwa situs tersebut sebuah perdusunan karena di antara benda temuan terdapat sisa-sisa rumah berbahan kayu dan bambu.
Penemuan selanjutnya berupa sebuah bangunan candi yang tinggal bagian kaki dan di atasnya terdapat sebuah yoni yang unik, tidak seperti umumnya, karena yoni ini memiliki tiga lubang, profil klasik Jawa Tengah pada kaki candi menandakan candi ini berasal dari abad sembilan Masehi.
Yang cukup spektakuler adalah temuan terakhir pada akhir Maret 2010 berupa rumah panggung dari kayu yang hangus terbakar dan masih tampak berdiri tegak. Satu unit rumah tersebut berdiri di atas talud dari batu putih setinggi 2,5 meter. Selain itu juga ditemukan satu unit rumah kayu lain yang saat ini baru tampak pada bagian atapnya, menurut perkiraan bangunan rumah tersebut berada dalam satu kompleks dengan candi dan kemungkinan merupakan satu zaman. Balai Arkeologi memperkirakan kedua unit rumah itu merupakan bangunan rumah masa Mataram Kuno.
Untuk mengungkap keberadaan situs tersebut pada 14-20 April 2009 tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta melakukan penelitian terhadap benda-benda temuan yang terkubur pasir dengan kedalaman sekitar tujuh hingga 10 meter, berdasarkan hasil penelitian tim Balai Arkeologi Yogyakarta kemudian menyimpulkan bahwa situs tersebut merupakan sebuah permukiman pada zaman Mataram Kuno.
Secara umum, potensi data arkeologi situs Liyangan tergolong tinggi berdasarkan indikasi, antara lain luas situs dan keragaman data berupa bangunan talud, candi, bekas rumah kayu dan bambu, struktur bangunan batu, lampu dari bahan tanah liat dan tembikar berbagai bentuk. Selain itu, juga diperoleh informasi berupa struktur bangunan batu, temuan tulang dan gigi hewan dan padi berdasarkan gambaran hasil survei penjajakan tersebut Balai Arkeologi menyimpulkan bahwa Situs Liyangan merupakan situs dengan karakter kompleks yang mengindikasikan bahwa lokasi tersebut adalah situs permukiman, situs ritual dan situs pertanian.
Kompleksitas karakter tersebut membawa pada pemikiran bahwa situs Liyangan adalah bekas perdusunan yang pernah berkembang pada masa Mataram Kuno. Ragam data dan karakter ini tergolong istimewa mengingat temuan ini satu-satunya situs yang mengandung data arkeologi berupa sisa rumah masa Mataram Kuno.
Luasan imajiner situs Liyangan berdasarkan survei diperkirakan tidak kurang dari dua hektare. Di area tersebut tersebar data arkeologi yang menunjukkan sebagai situs perdusunan masa Mataram Kuno. Mengingat sebagian situs terkubur lahar, masih sangat dimungkinkan luasan situs lebih dari hasil survei.
Hasil penelitian tim Balai Arkeologi menyimpulkan bahwa data arkeologi berupa sisa-sisa rumah berbahan kayu dan bambu merupakan situs perdusunan masa Mataram Kuno sekitar 1.000 tahun lalu.
Data tersebut merupakan satu-satunya yang pernah ditemukan di Indonesia sehingga memiliki arti sangat penting bukan hanya bagi pengembangan kebudayaan di Indonesia, tetapi juga dalam skala internasional, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya penyelamatan guna penelitian dunia ilmiah.
Sebagai upaya penelitian lebih lanjut terhadap situs di kawasan penambangan pasir tersebut, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah akan melakukan penggalian situs.
Kepala BP3 Jawa Tengah Trihatmaji mengatakan, tim BP3 akan melakukan penggalian situs pada awal bulan Mei 2010 sebagai upaya penyelamatan benda bersejarah tersebut.
Dengan adanya penggalian tersebut maka setelah tanah terpotong maka kelihatan secara konstruksi dan diketahui tanah lapisan budaya, maka akan merekonstruksi pula adanya aktivitas manusia masa lampau serta peristiwa apa saja yang pernah terjadi pada kawasan situs demikian kata Trihatmaji, namun kegiatan itu harus dilakukan dengan metode yang benar jika tidak maka akan sulit mengungkap misteri yang ada.
Pada
mulanya di lokasi penambangan tersebut ditemukan situs yang diduga
tempat pemujaan, namun terakhir ditemukan pula bekas bangunan dari kayu
dan bambu yang telah menjadi arang dan di bawahnya terdapat talud dari
batu putih setinggi 2,5 meter dan terdapat saluran air.
Adanya
temuan bangunan saluran air tersebut menandakan bahwa waktu itu sudah
ada manajemen air. Melihat konstruksi kayu dengan garapan yang halus dan
menggunakan atap dari ijuk menandakan bahwa masyarakat pada masa itu
telah memiliki budaya dan seni arsitektur yang cukup baik di zamannya.
sumber : https://ahmadsamantho.wordpress.com