Gunung Margoboyo, Monyet dan Ritual
Saya mengetahui adanya Gunung Margoboyo sesaat sebelum berangkat ke Wonogiri. Clue yang saya dapatkan hanya… ‘bagus tempatnya, coba aja kesana!’, that’s it!. No more.
‘Okelah tempatnya emang bagus. Lah, terus gimana cara gw kesana? Lewat mana pula?’, total blind.
Sekarang anda tahu kan, kenapa saya menyebut perjalanan ini dengan blind trip? Trip
ke Gunung Margoboyo saya anggap sebagai bonus pada awalnya. Lokasi yang
hanya bisa/akan saya kunjungi bila mendapatkan informasi tambahan yang
memadai. Dan pada kenyataanya, informasi tersebut justru saya dapatkan
sepanjang perjalanan menuju ke Gunung Margoboyo ini.
Tentu saya tidak sendiri, saya ‘merekrut’ penduduk local yang bisa mengantarkan saya menuju lokasi. Dan sempurnanya lagi, penduduk local ini pun tidak tahu persis bagaimana cara mencapai Gunung Margoboyo. Sungguh sebuah kolaborasi yang sempurna bukan?
Dikarenakan waktu yang terbatas, akhirnya saya meminjam sepeda motor penduduk local sebagai alat transportasi menuju lokasi. Sepeda motor yang tidak cukup keren, namun kemampuannya ‘mendaki’ jalan-jalan pedesaan dengan kemiringan mencapai 45 derajat tidak diragukan lagi.
Dari informasi yang didapat sepanjang perjalanan, ada beberapa alternative menuju Gunung Margoboyo, yaitu melalui Dusun Wonggo, Dusun Banasan, dan Dusun… ‘ah, saya lupa!, maapkan saya @,@’.
Berdasarkan referensi dari beberapa penduduk yang saya temui
sepanjang perjalanan, untuk mendaki Gunung Margoboyo, yang paling
dekat/mudah adalah via Dusun Banasan. Dan inilah dusun yang pada
akhirnya saya pilih sebagai entry point pendakian.
Walaupun telah mengetahui patokan entry point Gunung
Margoboyo, sepanjang perjalanan tetap harus bertanya kepada penduduk
setempat, karena banyak sekali persimpangan menuju lokasi. Jalan di
Dusun Banasan ini memiliki kemiripan dengan jalan pedesaan yang berada
di Wonosari menurut saya.
Sesampainya dititik pendakian…
‘Motornya taruh disini aja mas’, bilang si Mendut. Sebelum lupa,
Mendut ini yang pertama kali saya rekrut untuk mengantarkan menuju
lokasi, namun kembarannya, Ryan, dan kakak tertua mereka Hendra juga
ingin turut serta, so, here we are. ‘4 Sekawan’.
‘Ini motor gak papa ditaro begitu aja disini? Gak ada orang lho, ntar kalo ilang gimana?’, jawab saya khawatir. ‘Siapa yang mau ngambil mas, motor butut begini?’, jawab salah satu dari mereka. ‘hmm, Ok kalo emang aman, kita taro disini motornya’, sahut saya lagi.
Seperti apa sih jalur pendakian Gunung Margoboyo?
Jalur awal pendakian mirip dengan jalur Senaru, Gunung Rinjani.
Ranting-ranting antar pohon yang satu dengan lainnya membentuk kanopi,
membuat perjalanan siang itu terasa teduh. 15 menit berlalu, kini
jalurnya lebih mirip dengan jalur menuju Desa Baduy Dalam, tanah liat
campur kerikil-kerikil kecil, menanjak.
Dikiri-kanan jalur ditumbuhi pepohonan yang walaupun tinggi, namun
letaknya sedikit berjauhan, daunnya pun tidak selebat pepohonan
sebelumnya. Dan ilalang-ilalang liar tumbuh diantaranya. Udara di area
ini cukup panas dan lembab,
jadi bila anda berniat kesini suatu saat nanti, pastikan bawa persediaan air minum yang cukup, plus makanan ringan. Jangan lupa.
Setelah 40 menit pertama berlalu, saya memasuki kawasan hutan pinus.
Disini terdapat sebuah gubuk yang digunakan penduduk setempat sebagai
tempat istirahat bila kemalaman menyadap pinus.
Sangat disayangkan, kebersihan hutan pinus ini tercemari oleh
beberapa foto Mbah Maridjan (baca: bungkus minuman suplemen Kuku Bima).
‘Ini kok banyak amat bungkus Kuku Bima?’, Tanya saya. ‘Ya emang begini ini mas, rata-rata orang-orang yang ‘kerja’ disini minumnya ya ini, segerrr! Tenaga langsung nambah lagi!’, jawab Mendut. ‘Saya juga kalo abis ngangkutin kayu, minumnya ya beginian ini, beda rasanya ke badan, tenaga rasanya balik lagi kayak semula, seger pokoknya’, lanjutnya lagi.
Sampah memang sepertinya sudah menjadi sebuah permasalahan klasik
yang kerap kali terjadi dimanapun dibumi Indonesia ini. Semoga aparat
desa terkait aware terhadap masalah ini dan segera mencari solusinya.
Bila sudah mencapai hutan pinus, ini sama artinya kita sudah
mendekati puncak Gunung Margoboyo. Namun karena jarang sekali orang
kesini, jalan setapak yang biasa dilalui pun tertutup ilalang,
diperparah lagi dengan banyaknya percabangan jalan akibat aktifitas
penyadapan getah Pinus dan penduduk setempat yang mencari kayu bakar.
Sebagai catatan tambahan, getah Pinus kadangkala digunakan oleh
penduduk setempat sebagai bahan bakar darurat. Bila kemalaman di hutan
dan tidak membawa alat penerangan apapun, kita bisa menggunakan getah
ini sebagai bahan bakar untuk membuat obor darurat. Pohon Pinus ini juga
menghasilkan Gondorukem dan Terpentin yang nilai jualnya cukup tinggi
dipasaran.
Beruntung saya bertemu dengan seorang penyadap getah Pinus kala itu,
untuk sekedar bertanya arah menuju puncak. Karena bila tidak, tentunya
akan sangat menyulitkan mencari jalan menuju puncak Gunung Margoboyo
ini. Atau bahkan tersesat, bila saya cukup ‘beruntung’ kala itu, hehe.
Di menit ke 60, akhirnya saya sampai di puncak Gunung Margoboyo.
Jalur di area puncak gunung ini cenderung terjal, bahkan ada yang sampai
80 derajat di beberapa titiknya, yang bila kita tidak hati-hati, tentu
akan jatuh kejurang, yang saya perkirakan setinggi 50-100 meter.
Sayangnya, untuk mencapai ketinggian maksimum Gunung Margoboyo ini
membutuhkan peralatan khusus, jadi saya harus rela menikmati keindahan
Wonogiri dari salah satu bagian puncaknya saja. Walaupun demikian,
pemandangan disini lebih dari cukup untuk membayar semua jerih payah
saya mendaki gunung ini.
Sebenarnya, di Gunung Margoboyo ini terdapat dua buah goa, namun saya
hanya bisa mencapai goa pertama dengan jalur ‘termudah’, kenapa
termudah saya sisipkan diantara tanda kutip? Karena, jalur dengan
variasi kemiringan 70-80 derajat ini tentu lebih mudah dilalui daripada
jalur menuju goa kedua yang lagi-lagi, walaupun kemiringannya ‘hanya’
70-90 derajat, tapi sudah barang tentu membutuhkan ketrampilan dan
peralatan khusus untuk mencapainya.
Monyet dan ritualnya
Berdasarkan cerita penduduk sekitar, di Gunung Margoboyo ini terdapat
ratusan monyet liar yang seringkali menjadi hama tanaman. Sampai-sampai
pada Tanggal 18 Januari 2011 yang silam dilakukan ritual mengusir
monyet oleh Ki Arto Tunggal karena dianggap sudah sangat mengganggu
sekali.
‘Yah emang ritual ngusir monyet udah pernah diadain disini mas, tapi tetep aja masih banyak monyet yang ngerusak taneman warga’, begitu kira-kira keterangan Mendut.
Bahkan saking kesalnya, ada warga yang memenggal kepala monyet yang
tertangkap tersebut, kemudian di ‘tusuk sate’ pada ujung sebatang kayu
panjang, kemudian diletakkan ditengah-tengah ladang mereka supaya
monyet-monyet lain dapat melihat. Dan ternyata ‘cara’ ini cukup efektif
untuk memberikan ‘efek jera’ kepada monyet-monyet lainnya.
Bagaimana cara seekor monyet mencabut singkong?
Berbicara tentang monyet…
Tahukah anda, bagaimana cara monyet-monyet ini mencabut tanaman
Singkong? Menurut penuturan warga sekitar, ada dua cara mereka mencabut
Singkong ini. Pertama, bila Singkong tersebut berukuran kecil, cukup
seekor saja yang mencabutnya, caranya pun layaknya manusia biasa
mencabut singkong. Hadapkan badan kebatang Singkong, tarik sekuat tenaga
menggunakan tangan depan. Voila! Singkong kini ‘berpindah tangan’. Dari manusia (petani) ke monyet (hama).
Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana bila dicabut sendiri tidak
juga terangkat? Apa yang akan dilakukan monyet tersebut menurut anda? yak,
betul, cara kedua… Ia akan ‘memanggil’ teman-temannya yang lain. Saling
memunggungi antara yang satu dengan yang lain. Posisikan batang
singkong tersebut di tengah-tengah punggung mereka. Tangan depan
masing-masing monyet ini kearah pantat masing-masing sambil memegang
batang Singkong. Kemudian mencabutnya secara bergotong royong. Gak beda jauh sama manusia ya?… hahaha.
Namun yang membuat saya heran adalah, kenapa saya tidak mendapati
satu ekor monyet pun ketika mendaki ke puncak Gunung Margoboyo ini?
Apakah mereka sedang tidur siang? Atau apa? Padahal dari keterangan
beberapa penduduk yang saya temui, jumlah mereka (monyet) banyak sekali
di gunung ini. Hmm…
Tanpa terasa, hari menjelang sore, saya harus segera turun supaya
tidak kemalaman dijalan. Menuruni Gunung Margoboyo ini akan sangat sulit
bila dilakukan pada malam hari tanpa penerangan sama sekali apalagi
ditambah jalurnya yang tertutup ilalang. Bila sudah demikian, tersesat
akan menjadi suatu hal yang sangat mungkin terjadi.
Masih berdasarkan cerita penduduk setempat, Gunung Margoboyo ini lumayan angker,
karena pernah terjadi beberapa kali penduduk setempat yang mencari kayu
bakar dibuat tersesat, berputar-putar kemudian kembali ketempat yang
sama dan baru bisa pulang keesokan harinya.
Dalam waktu yang relative singkat, 30 menit perjalanan
normal, akhirnya saya sampai kembali di titik awal pendakian tadi.
Tempat parkir motor ‘suka-suka’.
Sesampainya kembali di Desa Timoyo, saya mendapati satu lagi informasi menarik.
Gunung Sintren…
‘Hemm, saya harus kesana besok, mumpung disini’, begitu kira-kira yang ada dalam otak saya kala itu.
Lantas seperti apakah Gunung Sintren ini? Bagaimana pula jalurnya? Apakah sesulit sebelumnya? Atau lebih mudah?
Saya akan bahas di artikel terakhir Wonogiri Blind Trip series, ditunggu ya… [BEM]
Bersambung…
Daftar isi “Wonogiri Blind Trip’:
- 4 Kejutan 1 Perjalanan
- Objek Wisata Seperti Apa?
- Gunung Margoboyo, Monyet dan Ritual
- Gunung Sintren, Dusun Timoyo dan Harimaunya
sumber : http://simplyindonesia.wordpress.com
ayo invite BB 7A722B86
ayo join WA 085.643.455.685 via SMS / Line / WeChat / Call.
mau kenal dengan admin ?? silahkan add fb Syarifain Ghafur
insya Allah bermanfaat.
Ayo Join Cikarsya.com
Ayo Join Xplore Wisata Adventure
mohon bantuannya untuk menyebarluaskan status ini :) :) :). dan jangan lupa untuk like https://www.facebook.com/pages/Syarifain-Ghafur/178190515563030?ref=hl untuk mendapatkan status-status yang lain.
pokoknya bantuin #share #like dan #comment ya :) :) :)
kami mempersembahkan artikel-artikel yang insya Allah akan menginspirasi.
jangan lupa like https://www.facebook.com/ci.tion untuk menambahkan informasi terbaru terkait penawaran paket wisata, pelatihan-pelatihan, snack and catering, lowongan kerja, les dan privat tingkat sd, smp, sma/sederajat, motivasi dan lainnya.