Porter Ranu Pane Semeru, Rute Pendakian Gunung Semeru
Rute Pendakian Gunung Semeru
Puncak semeru dari sekitar pertigaan jemplang |
Perjalanan dimulai dari Tumpang, Malang. Bisa menggunakan Jeep dengan
tarif 400.000/jeep (Agustus 2013) ke Ranupani, sebuah desa yang berada
di titik awal menuju rute pendakian gunung Semeru. Di Ranupani ini
berdiri basecamp tempat pendaki melaporkan diri, Semeru merupakan
gunung berapi aktif dan merupakan jajaran pegunungan yang berada
dibawah pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, maka
kegiatan lapor diri adalah suatu hal yang diharuskan, karena instansi
terkait bisa langsung mencari apabila kita tersesat di gunung ini,
disisi lain lapor diri juga berguna untuk mendata aktivitas pendakian di
gunung ini, sehingga pihak TNBTS bisa memantau kerusakan yang terjadi akibat pendakian berlebih.
Gerbang pendakian |
Setelah urusan administrasi selesai, kita bisa langsung berangkat
melalui jalan kampung dan kita akan menemui gerbang pendakian yang
berada di sebuah pertigaan.
Setelah kira-kira 5 menit berjalan melewati gerbang selamat datang
kemudian dilanjut menyusuri jalanan di ladang penduduk, kita bisa
melihat petunjuk arah ke kiri menaiki bukit yang menunjukan jalur
pendakian gunung Semeru. Jalur awal ini sangat jelas, karena jalanan
sudah di pavling sehingga orang awam pun bisa mengikuti kemana jalan ini
mengarah, perjalanan mengitari punggungan bukit, berkelok-kelok,
menembus rimbunan hutan, trek ini dinamakan Landengan Dowo, hingga tiba di POS SATU,
pos ini berupa sebuah shelter bangunan di kiri jalur pendakian, di pos
ini terkadang terlihat beberapa ekor kera ekor panjang yang saling
berebut makanan sisa para pendaki
Jembatan kayu, akses utama antar pos. |
Perjalanan berlanjut menuju pos selanjutnya, setelah kurang lebih satu
jam perjalanan menyisir punggungan bukit hijau serta merambah hutan
gunung Semeru yang di dominasi semak belukar, kita akan melewati Watu
Rejeng, kemudian terus berjalan sampai di POS DUA, pos ini berupa
shelter yang berdiri di kanan jalur pendakian, berdiri dibawah
pohon-pohon besar yang rimbun, pos ini sangat cocok untuk melepas penat
sejenak, sambil mengumpulkan kembali tenaga yang mulai terkuras. Setelah
puas beristirahat, perjalanan berlanjut dengan melintasi jalan setapak
yang mulai tak tampak pavling jalanya, karena tertutupi oleh rimbun
semak. Setelah melintasi beberapa pohon tumbang kita akan melewati
sebuah jembatan dari kayu, jangan berhenti ditengah jembatan, karena ini
merupakan satu-satunya akses naik-turun di jalur ini, lalu perjalanan
berlanjut hingga POS TIGA, sebuah pos yang hanya tersisa atap
bangunanya saja, setelah sejenak beristirahat, dari pos ini kita belok
naik ke kanan, jalur pendakian agak menanjak sedikit curam dan berdebu,
setelah sekitar satu jam melintasi semak dan tanaman perdu, dikejauhan
akan nampak sebuah danau, danau ini disebut Ranu Kumbolo, sebuah pelepas penat dan penambah semangat yang menggiurkan setelah sekian lama perjalanan, setelah melewati POS EMPAT
yang hanya lima menit dari Ranu Kumbolo, kita masih harus menaiki bukit
disebelah kanan Ranu Kumbolo, sambil menyisir bukit kita bisa melihat
karya Allah yang maha indah, setelah sekitar lima menit menyusuri bukit,
kita sampai di depan pos Ranu Kumbolo, disini kita bisa camping
istirahat untuk menyiapkan tenaga di esok hari, di Ranu Kumbolo ini kita
bisa mengisi ulang persedian air kita, namun lebih baik dimasak
terlebih dahulu, karena tak sedikit pendaki yang membuang sisa makanan,
atau mencuci peralatan disini, tak jarang pula kami temui pendaki yang
melakukan aktivitas mck disekitar danau (jangan ditiru).
Ranu Kumbolo merupakan sebuah danau alami yang terbentuk akibat
tampungan air di sebuah cerukan yang dikelilingi perbukitan, melihat
sunrise dari danau ini sangatlah indah, ketika matahari muncul diantara
dua bukit yang melatar belakangi Ranu Kumbolo disisi timur, sejenak kita
akan terpaku menyadari betapa indah maha karya ini.
Pagi di Ranu Kumbolo |
Burung penikmat mie instant . |
Keesokan harinya perjalanan dilanjutkan melintasi tanjakan cinta,
jalan setapak yang membelah dua bukit di sisi barat Ranu Kumbolo,
setelah sampai di atas tanjakan, bila kita memandang kebelakang akan
tampak pantulan cahaya matahari di Ranu Kumbolo, sedangkan bila kita
memandang ke depan maka akan tampak oro-oro ombo, padang savana yang
ditumbuhi bunga-bungaan dan ilalang. di oro-oro ombo ini menurut saya
adalah salah satu savana terbaik di Indonesia, damai menyelimuti ketika
saya tiba di tempat ini, ingin rasanya berlama-lama disini, memandang
puncak mahameru di kejauhan, akhirnya kita menyadari sebenarnya kita
hanyalah setitik kecil dari kuasa tuhan. Namun, disisi lain, suatu
hal indah tak selalu indah, semua indah pada waktunya, begitu juga Oro-oro ombo ini, pada musim
kemarau, daerah ini rawan terjadi kebakaran, patut diwaspadai rembetan
kebakaran dari daerah sekitar terkadang turut melahap savana yang
indah ini.
Setelah melintasi oro-oro ombo, kita akan sampai di
Cemoro Kandang, keadaan begitu kontras dengan di oro-oro ombo tadi,
karena jalur yg kita tempuh akan melewati hutan pinus yang beberapa
tumbang, dan sebagian terbakar. Melewati sebuah sungai kering dan
setelah berjalan sekiranya satu jam, sampailah kita di Jambangan.
Jambangan merupakan padang rumput yang ditumbuhi edelweis, nampak
juga beberapa cantigi, jadi Jambangan lebih seperti padang rumput yang
dikelilingi pepohonan. Dari Jambangan, jalur masih berupa jalan setapak
yang ditumbuhi ilalang di kanan dan kiri, perjalanan di rute inilah yang
paling mengasyikkan, apalagi perjalanan dilakukan disore hari, dimana
kilau cahaya matahari menerobos masuk disela dedaunan dan terpancar
buram karena banyaknya ilalang, sungguh pemandangan yang indah
menikmati pemandangan sore di rute ini.
Setelah beberapa kali menerobos rimbunya hutan, kita akan sampai di
Kalimati, titik dimana pihak TNBTS membatasi pendakian ke puncak Semeru,
dikarenakan status Semeru yang merupakan salah satu gunung ter-aktif,
jadi untuk mengantisipasi terjadinya letusan secara mendadak, pihak
TNBTS membatasi pendakian hanya diperbolehkan sampai titik ini saja.
Kalimati adalah sebuah savana yang cukup luas, dikelilingi hutan
pinus dan ilalang di sekitar. Di sini terdapat sumber air bersih yaitu
sumber mani, tepatnya ke arah barat dan menuruni sungai kering di kali
mati. sumber mani adalah air resapan dari celah bukit diatasnya, saat
sumber air ini sepi dikunjungi, terkadang kita dapat melihat kawanan
kera ekor panjang memuaskan dahaga disini, karena ini adalah titik air
terdekat yang ditemukan dari puncak Mahameru.
Di Kalimati ini nampak dari kejauhan puncak Mahameru, sesekali tampak lambungan asap sulfatra dari
kawah Jonggring saloka, kita bisa puas mengabadikan momen berharga di
sini, setelah cukup beristirahat, pendakian dilanjutkan menuju Arcopodo,
jalur ketimur melintasi savana Kalimati, lalu turun dan kemudian naik
menyusuri hutan tertinggi di Semeru, setelah berjalan naik sekitar satu
koma lima kilo meter, sampailah kita di Arcopodo, sebuah pos yang
digunakan sebagai alternative camp bagi para pendaki selain di Kalimati
ataupun Ranu Kumbolo.
Arcopodo +/- 3000 mdpl, dulunya adalah tempat pertapaan, dimana terdapat
dua buah reca (bhs jawa :patung sesembahan) yang konon dua buah arca
ini dapat berjalaan dan berpindah tempat, namun keberadaan arca ini
mulai tak terawat, itupun tersembunyi karena tertimbun semak belukar.
Sebenarnya, menurut beberapa sumber, jalur Arcopodo yang sekarang
bukanlah Arcopodo yang dulu dilewati oleh dua pendaki Mapala UI, Norman
Edwin dan Herman O. Lantang.
Setelah melewati pos Arcopodo, kita masih terus naik, menyusuri kawasan
hutan atas Semeru yang didominasi oleh tanaman-tanaman sejenis cemara
gunung. Jalur yang dilewati masih berupa jalan setapak, berdebu di musim
kemarau, dan becek di musim penghujan, di sisi kanan jalur menuju batas
vegetasi adalah jurang, jadi haruslah tetap berhati-hati. Setelah
sampai di batas vegetasi, pendakian semakin dekat dengan puncak, dan
menurut saya, summit attack atau pendakian menuju puncak inilah hal
tersulit dari sekian trek dalam pendakian menuju Semeru ini, karena
medan yang kita lalui adalah tanjakan pasir tanpa satupun vegetasi yang
tumbuh. Benar saja kalau orang bilang naik dua langkah turun satu
langkah, karena saat kita melangkah, kaki kita akan terperosok kedalam
pasir, sehingga menjadikan pijakan yang tidak stabil yang mengakibatkan
beban pendakian terasa semakin berat. Kalau anda pernah mendaki gunung
Merapi via Selo/Plawangan trek ini mirip dengan trek dari pasar Bubrah
menuju puncak Merapi, namun untuk trek Semeru kita dipaksa berjalan
lurus langsung melintasi kemiringan, sedang di Merapi kita bisa berjalan
diagonal dari sisi kiri ke kanan menuju puncak.
Setelah bersusah payah menjejakkan kaki di sela pasir Semeru, sampailah
kita di puncak Mahameru, tempat tertinggi di ranah Jawa, tempat impian
bagi mereka yang memimpikanya.