[Film Gunung] Everest 2015. Mengenang Tragedi Everest 1996; Resiko Kematian Pendaki Senior Jauh Lebih Tinggi Dari Pendaki Pemula. Belajar Mendaki Langsung Dari Senior. Porter Everest. Porter Cartensz
"The mountains are not stadiums
where I satisfy my ambitions to achieve. They are my cathedrals, the
house of my religion. In the mountains I attempt to understand my life."
Anatoli Boukreev
Penulis : Jenggot
INTO THIN AIR VS THE CLIMB
10 mei 1996 adalah saat-saat yang
paling kritis dalam hidup saya, kenang Sandy Hill Pittman. Meski ia
selamat dari tragedi paling dramatis dalam pendakian Gunung Everest,
tetapi trauma psikologisnya tidaklah hilang dalam waktu yang singkat.
Bergabung dengan Mountain
Madness Expedition dengan leader Scott Fischer (salah satu korban tewas)
ia menjadi salah satu yang terkuat dari delapan klien lainnya. Tapi
penulis tidak akan mengupas siapa profil Sandy ini. Penulis hanya
mencoba melakukan deskripsi ulang berkaitan dengan kronologis tragedi
Everest 1996 dari dua manuskrip sejarah pendakian era 90-an (Into Thin
Air dan The Climb).
Satu hal yang menjadi titik
kritis adalah kegagalan manajemen resiko dari leader, sehingga tragedi
Mei 1996 ini terjadi dan menyebabkan total delapan orang meninggal
dunia. Seperti apa pentingnya manajemen resiko? tapi sebelum membahas
itu mari kita lihat sisi teknis targedi 10 Mei 1996 yang terjadi di Zona Merah Everest antara jalur Hillary Step dan Camp Darurat di Southeast Ridge (8500 meter).
Hillary Step |
Foto By: http://www.bmumagazine.com/Post.aspx?PostID=74
Jhon Krakauer dalam bukunya Into Thin
Air: A Personal Account of the Mt. Everest Disaster secara cukup jelas
mempermasalahkan Anatoli Boukreev karena tidak menggunakan tabung
oksigennya dan justru memberikan kepada rekannya Neal Beidleman dalam
perjalanan Summit Attack, sebagai tindakan yang menyebabkan ia harus
segera kembali ke Camp terakhir di South Col untuk refresh dan
menghangatkan badan lebih cepat dari kliennya. Disamping itu secara
cukup subjektif Jhon Krakauer menyalahkan terjadinya hambatan pendaki di
Hillary Step dan The Balcony sehingga waktu pendakian banyak terbuang
dan akhirnya mayoritas pendaki baik dari team Scott Fischer (Mountain
Madness) ataupun Rob Hall (Adventure Consultants) baru bisa mencapai
puncak Everest (8850 meter) lewat pukul 3 siang (kecuali Jhon, Anatoli
dan Andy Harris) yang mencapai puncak everest pada pukul 1:12 Pm.
Dalam buku lain yang menjadi
counter dari Into Thin Air, yaitu The Climb: Tragic Ambitions on
Everest. Boukreev, Anatoli; G. Weston Dewalt (1997) dikupas secara jelas
alasan-alasan yang menjadikan Anatoli tidak menggunakan tabung oksigen
di atas sana.
Penulis pribadi
sebagai seorang praktisi petualangan memahami apa yang dilakukan
Anatoli. Bukankah Anatoli pula yang mengevakuasi Sandy Hill Pittman,
Charlotte Fox dan Tim Madsen secara bersamaan di tengah badai hebat di
Camp V / South Col (7900 meter) dan terpaksa meninggalkan Yasuko Namba
(pendaki wanita jepang) karena kondisinya yang sudah sangat dekat dengan
kematian?. Yang di kemudian hari menjadi sebuah kontroversi seperti
juga Anatoli pernah katakan, "I,m expressed profound regret at her
lonely death, saying that she was just a little 90-pound woman, and that
someone should have dragged her back to camp so she could at least die
among her companions". Pada ekspedisi selanjutnya bersama Team
Indonesia Everest Expedition, Anatoli berhasil menemukan jasad Yasuko
Namba di atas ketinggian 8000 meter dan menguburkannya secara sederhana
dan beberapa hari setelah pendakian tersebut, ia meminta maaf kepada
sang suami Yasuko karena telah gagal menyelamatkan nyawanya.
Sedangkan berkaitan dengan
hambatan di Hillary Step, menurut saya, Jhon Krakauer cenderung
mementingkan teamnya (Adventure Consultants), padahal pada saat yang
sama, team yang lain (Mountain Madness) juga berada pada tempat yang
sama.
Pada akhirnya objektivitas Into Thin
Air terjun perlahan dan berada dibawah The Climb setelah majalah New
Scientist mengangkat artikel hasil penelitian Kent Moore, dkk; yang
membuktikan bahwa faktanya badai hebat yang sangat buruk pada 11 mei
1996 itu mengakibatkan anjloknya kadar oksigen menjadi hanya 14% dari
biasanya sebesar 30% di ketinggian lebih dari 24.000 kaki. Dan sekarang
orang lebih bijak menyikapi bahwa Into Thin Air adalah curahan hati Jhon
Krakauer seorang sedangkan The Climb adalah sebuah narasi investigatif
Weston Dewalt sebagai co-author.
Terkesan menjadi salah alamat
ketika kritikan Jhon dilemparkan kepada Anatoli dalam Into Thin Air.
Idealnya ia (Jhon) lebih fokus untuk membahas sisi responsibilitas Mike
Groom sebagai guide dari Adventure Consultants dimana Jhon ikut serta.
Dan adalah sebuah kewajaran jika Anatoli diatas sana memprioritaskan
untuk menyelamatkan anggotanya sendiri (Mountain Madness).
Dan ini sekaligus menjelaskan
alasan mengapa Anatoli meninggalkan Yasuko Namba dan membiarkannya mati
kedinginan. Dan saya pribadi berpendapat di titik inilah buku Into Thin
Air mengalami pergeseran penilaian objektif menuju subjektif. Disamping
pula ketika Anatoli menyalip Jhon yang sudah tidak memakai tabung
oksigen sewaktu turun menuju South Col pada pukul 2:30 Pm.
Dalam salah satu kalimat pada surat
resmi yang dikirim Anatoli pada tanggal 31 juli 1996 kepada Mark Bryant,
Editor Majalah Outside disebutkan bahwa "My decisions and actions
were based upon more than twenty years of high altitude climbing
experience. In my career I have summited Mount Everest three times".
Dari sini cukup terlihat jika pikiran seorang expert akan berada jauh
didepan bahkan sebelum tragedi terjadi dan spontanitas seorang guide
ketika memutuskan turun dari puncak dan meninggalkan klien yang berjalan
terlalu pelan pun menjadi faktor penting dalam penyelamatan.
Dalam kalimat yang lain disebutkan juga "I
have considered what might have happened had I not made a rapid
descent. My opinion: Given the weather conditions and the lack of
visibility that developed, I think it likely I would have died with the
client climbers that in the early hours of May 11, I was able to find
and bring to Camp IV, or I would have had to have left them on the
mountain to go for help in Camp IV where, as was in the reality of
events that unfolded, there was nobody able or willing to conduct rescue
efforts". Jelaslah sudah bahwa pertimbangan seorang Leader (guide)
dalam setiap ekspedisi sangat vital bagi nyawa para klien yang
dibawanya. Oleh karena itu hidup mati nya mayoritas klien dalam sebuah
ekspedisi di ketinggian sangat erat dengan kualitas Leader dan kebesaran
hati klien yang tidak perlu memaksakan ke puncak jika Leader (guide)
berkata tidak.
Sayang, klarifikasi Anatoli yang cukup
santun pada surat resmi nya itu tidak dibalas dengan hal yang sama oleh
Jhon Krakauer dalam surat resmi nya tanggal 24 Agustus 1996 yang juga
ditujukan kepada redaksi majalah Outside. Pada akhir surat balasannya
dengan cukup emosional Jhon Krakauer menyatakan "Many of us who were
on Everest last May made mistakes. As I indicated in my article, my own
actions may have contributed to the deaths of two of my teammates.
Anatoli is an extraordinary Himalayan climber, and I don't doubt that
his intentions were good on summit day. What troubles me, though, is
Anatoli's utter refusal to acknowledge the possibility that he made even
a single poor decision. Not once has he ever indicated to me that
maybe, just maybe, it wasn't the smartest choice to climb without gas or
go down ahead of his clients. Anatoli doggedly insists that he would
make the same decisions all over again--in his opinion, he was the only
person on the mountain who did everything right. The rest of us fucked
up big-time, but not Anatoli".
Sayang memang, akhirnya Anatoli
pun harus tewas dalam pendakian marathon nya di akhir tahun 1997 di
Annapurna (8078 meter), Simone Moro yang menjadi partner Anatoli pada
pendakian Alpine Style tersebut meyakini kalau longsoran salju lah penyebab utama hilangnya Anatoli dan beberapa minggu kemudian dinyatakan tewas.
Anatoli Boukreev Memorial |
Foto By: http://www.flickr.com/photos/kimshi/3263870975/
ARTI KEBERSAMAAN?
Anatoli, Bashkirov dan Vinogradsky
adalah sebuah contoh sukses dari kerjasama dalam sebuah team yang
melahirkan prestasi-prestasi di atas ketinggian. Kebersamaan yang mereka
lakukan tidak semata-mata hanya untuk kepuasan pribadi atau golongan
saja. Meski mereka semua berasal dari satu kampung (Rusia) tapi prestasi
yang mereka raih tidak lagi berlevel kampung dan duniapun mengakuinya,
bahkan dalam masa-masa sulit akhir tahun 1997 ketika Anatoli dinyatakan
hilang di Annapurna.
Jika kita mau mencermatinya maka
akan banyak manfaat yang bisa kita ambil dari perseteruan dua karya
besar Into Thin Air dan The Climb berkaitan dengan tragedi Everest 1996
yang lebih menjadi berbau politis dan penuh publisitas daripada sisi
pendakiannya itu sendiri.
ANALISA PENULIS
Mencoba untuk membuat ulasan tentang
tragedi 10 Mei di Everest ini cukup sulit. Saya pribadi harus beberapa
kali membuat hipotesis-hipotesis yang saling berhubungan dengan sudut
pandang pribadi. Tetapi paling tidak saya merasa bahwa paling sedikitnya
ada empat permasalahan dasar dalam tragedi 10 Mei 1996 itu yang
kemudian menjadi terkenal karena memang terpublikasi secara luas.
Empat permasalahan dasar tersebut adalah :
- Leadership Structure (Organisasi Kepemimpinan & Team)
- Communication (Radio Komunikasi)
- Financial Concern (RAB & Manajemen Budget)
- External Pressure (Faktor subjektif)
Kita semua tahu bahwa mendaki
gunung adalah aktivitas yang beresiko. Apalagi untuk mendaki Everest
(8850 meter). Meski Everest bukanlah gunung tersulit untuk didaki, tetap
saja butuh perhitungan dan pola-pola manajerial team yang baik. Para
Leader dari dua event organizer Adventure Consultans (Rob Hall) dan
Mountain Madness (Scott Fischer) memiliki anggapan bahwa Everest bisa
didaki dengan syarat-syarat yang mereka sudah tetapkan dan jika klien
bisa memenuhinya.
Tetapi kenyataan berkata lain,
tragedi pun terjadi dan merenggut lima orang dari kedua team pada malam
hari 10 Mei 1996. Tiga dari lima orang korban tewas dalam tragedi itu
adalah petinggi-petinggi team ekspedisi. Mereka adalah Scott Fischer
(Leader), Rob Hall (Leader) dan Andy Harris (Guide nya Rob Hall).
Bagaimana bisa dua EO ekspedisi ternama Everest bisa kehilangan
petinggi-petingginya? Apa yang salah?
1. Leadership Structure
Pembuatan keputusan dalam mendaki
gunung seringkali sangat beresiko terhadap kemungkinan hidup matinya
anggota team ekspedisi terutama klien. Sebuah langkah penting dalam
proses pembuatan keputusan ini adalah mempertimbangkan resiko dalam
setiap kemungkinan keputusan yang diambil, dan disitulah fungsi Leader
Team.
Saya kira Rob Hall dan Scott
Fischer mengabaikan untuk mempertimbangkan konsekuensi atas keputusan
yang mereka buat. Kedua team mereka sangat terlambat untuk mencapai
puncak Everest pada 10 Mei 1996 itu. Biasanya seorang pendaki akan
membatalkan pedakiannya jika setelah jam 3 siang belum bisa mencapai
puncak. Tetapi seluruh team pendaki dari teamnya Rob Hall dan Scott
Fischer tetap melakukan pendakian meski waktu telah lewat dari jam 3
siang.
Scott Fischer sendiri tidak
dapat mencapai puncak meski waktu sudah jam 15:40. Begitu pula Doug
Hansen (Kliennya Rob Hall) tidak juga mencapai puncak setelah jam 16:00.
Selain itu, kebanyakan anggota
team ekspedisi Everest 1996 itu juga tidak saling mengenal sebelumnya
pada beberapa minggu sebelum ekspedisi dilaksanakan. Sehingga tidak ada
sama sekali rasa persaudaraan (solidaritas) yang kuat yang menjadi kunci
utama dalam situasi ekstrem (terjebak badai) seperti saat itu.
Misalnya ketika Jhon Krakauer tidak
mencoba untuk menolong Andy Harris (ketika terserang Hypoxia) maupun
Beck Weathers (Blinded) saat itu. Itu terjadi karena Jhon tidak mengenal
kedua orang tersebut. Jika saja Jhon mengenal mereka pastilah ia akan
berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkannya (meski saya pribadi
sedikit skeptis jika Jhon mau melakukannya meskipun mengenal baik
mereka). Saya pikir ini jelas adalah kesalahan Leader (Scott Fischer
& Rob Hall) yang mengangap tidak begitu penting hubungan
antarpersonal dalam team sebelum melakukan ekspedisi. Dan tidak
memasukannya kedalam struktur organisasi pada ekspedisi komersialnya.
Jadi struktur organisasi yang
dibangun oleh kedua Leader tersebut saya rasa sebagai penyebab utama
mereka gagal kembali ke Camp IV di ketinggian 7900 meter. Selain itu
leader yang menyewa beberapa guide (Boukreev, Groom, Harris) tidak
mengkondisikan agar hubungan antara guide dan klien dalam kondisi akrab.
Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab klien menjadi rentan
kecelakaan ketika guide tidak memiliki otoritas untuk mengambil
keputusan (baru bisa setelah Leader nya tewas).
Andy Harris yang menjadi guide
Rob Hall terserang hypoxia ketika system oksigennya tersumbat karena es.
Dan itu menyebabkan Harris gagal untuk mengantarkan klien nya. Dan
gagal pula ketika diminta bantuannya untuk menolong Rob Hall dan Hansen
ketika mereka terjebak di Hillary Step. Dan akhirnya ia pun gagal juga
mempertahankan hidupnya.
Anatoli sebagai guide Scott Fischer
yang pada saat cuaca masih bersahabat, tidak bisa menyuruh klien untuk
segera kembali ke Camp IV (membatalkan ke puncak) karena memang dia
tidak memiliki otoritas untuk itu. Tetapi itu bertolak belakang ketika
Anatoli menjadi Leader team Kopasus 1997 Indonesia Everest Expedition,
dia terlihat dominan dan matang dalam kalkulasi setiap strateginya sejak
dari Training Centre, Aklimatisasi dan Ekspedisi. Peran Bashkirov dan
Vinogradsky pun diciptakan oleh Anatoli agar menyatu dan akrab dengan
team Indonesia sehingga di titik kritis (Camp IV Summit) masing-masing
pihak bisa bekerjasama dengan baik saat itu.
2. Radio Communication & 3. Financial Concern
Team Mountain Madness yang dikelola
Scott Fischer jelas-jelas melakukan kesalahan fatal dengan miskinnya
radio komunikasi dalam ekspedisi sehingga berdampak kepada
kepemimpinannya dalam ekspedisi ini.
Dalam pendakian gunung, jarak
antara team dengan logistik dan backup team biasanya terpisah ratusan
meter. Dan komunikasi radio jelas sebuah hal yang vital dalam
mengorganisasi pergerakan logistik dan hal-hal darurat. Dan faktanya
Anatoli pun kesulitan komunikasi saat kondisi darurat disana. Di dalam
team Mountain Madness, hanya Scott Fischer dan Sirdar (Lopsang Jangbu
Sherpa) yang memiliki radio komunikasi saat Summit Attack.
Contoh kongkritnya ketika Dale
Kruse mengalami sakit ketinggian saat menuju Camp II, Scott Fischer
tidak bisa meminta bantuan Anatoli yang saat itu sedang mendaki jauh
didepannya. Mengapa? Karena Anatoli tidak memiliki Radio Komunikasi saat
itu. Dan konsekuensinya Scott Fischer harus mengantarkan Kruse kembali
ke Basecamp lalu mengejar lagi team yang berada di Camp II hanya karena
tidak adanya komunikasi dengan Anatoli. Dan hal inilah yang saya yakini
sebagai awal dari ambruknya fisik Scott Fischer.
Komunikasi antara team pendaki dan
Basecamp pada pendakian 10 Mei tersebut saya rasa juga tidaklah standar.
Lalu lintas berita (pesan) pun terlalu beresiko misalnya ketika
penanggungjawab Basecamp (Inggrid Hunt) ingin berkomunikasi kepada team
di Camp IV, dia menyuruh Ngima Kale Sherpa untuk mengirim pesan ke
Gyalzen Sherpa di Camp II lalu diteruskan ke Pemba Sherpa dan
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris kembali oleh Pemba dan barulah
sampai pesan itu kepada Scott Fischer. Sistem komunikasi (radio) dan
penggunaan bahasa yang tidak terintegrasi inilah juga yang membuat
kompleksitas masalah diatas sana terakumulasi dan puncaknya ketika
tragedi 10 Mei malam. Inipun menjadi kesalahan Scott Fischer dalam
struktur kepemimpinan dalam sebuah ekspedisi.
Dan miskinnya radio komunikasi
di team Mountain Madness ini pun saya rasa karena faktor keuangan juga
sebelumnya. Sehingga faktor ketiga masalah budget pun menjadi satu paket
dengan faktor-faktor penyebab kegagalan Scott Fischer dalam ekspedisi
ini.
David Breashears, Ed Visteurs dan Robert Schauer (IMAX Documentary Team)
yang bertemu rombongan Mountain Madness di perjalanan (beberapa hari
sebelumnya) sudah pula mengingatkan bahwa cuaca di puncak saat ini
tidaklah aman untuk didaki.
Saya yakin rekan-rekan pasti tahu
siapa ketiga orang yang saya sebut diatas. Pendaki-pendaki penuh
pengalaman sekelas Breashears pun saat itu memperhitungkan probability
untuk sampai dipuncak tidaklah tinggi karena cuaca yang tidak stabil.
4. External Pressure
Ini adalah masalah klasik yang
dimanapun kerap terjadi dan sangat vital dalam menentukan hasil suatu
ekspedisi. Objektivitas dan logika ilmiah kadang harus dikubur
dalam-dalam ketika pikiran subjektif mulai mengemuka.
Ulasan logis Breashears (IMAX
Leader) dan kekhawatiran Boukreev berkaitan dengan masalah cuaca yang
terjadi dalam diskusi (Scott Fischer & Rob Hall) di Camp IV menjadi
salah satu faktor yang menyumbang terjadinya tragedi ini.
Scott Fischer tidak mengikuti
saran dari Breashears dan Anatoli agar mempertimbangkan kembali
pendakian ke puncak. Justru dia (Scott Fischer) malah setuju dengan apa
yang Rob Hall ucapkan. Terkesan bahwa Scott Fischer seakan menjadi
boneka Rob Hall dalam keputusan-keputusan yang sangat vital (ternyata
tidak hanya di Indonesia pola pikir ngikut senior terjadi). Saya kira
bukanlah karena Scott Fischer adalah seorang amatir, tetapi lebih karena
faktor bisnis yang menjadi tolak ukur keputusan Rob Hall terasa berat
untuk ditolak.
Rob Hall memang seorang leader dengan
reputasi yang baik, sedangkan Scott Fischer merupakan orang baru dalam
membuat (mem-package) sebuah EO pendakian. Karena Scott Fischer seorang
Amerika, maka terkesan menuruti semua yang Rob Hall katakan. Bisa
dipahami dari sisi bisnis bahwa mayoritas klien-klien pendaki gunung
8000an adalah dari Amerika Serikat, sehingga dari sisi bisnis Scott
Fischer akan banyak diuntungkan dikemudian hari jika tetap berhubungan
baik dengan Rob Hall.
Dan yang paling jelas dari sisi External Pressure
atau kepentingan lain adalah bahwa Jhon Krakauer dan Sandy Hill Pitman
adalah dua orang jurnalis Amerika yang jika Scott Fischer bisa ikut
bergabung bersama mereka di puncak maka jelas kompensasi publisitas
sudah menanti di depan mata. Itulah sebabnya faktor-faktor objektif
terkesan menjadi tidak prioritas lagi ketika mereka memutuskan untuk
summit pada pagi 10 mei itu. (Jenggot/27-Juli-2011)
Free Download E-book Into Thin Air >> INTO THIN AIR JON KRAKAUER
Beli Buku The Climb; Tragic Ambitions on Everest. Anatoli Boukreev, G. Weston DeWalt
Sumber,
http://prisa-apri.blogspot.co.id
Call Center ExploreWisata.com,
085.643.455.685
D72E559E / 7A722B86
Instagram : instagram.com/xplore.wisata
Instagram : instagram.com/xplore.gunung
Instagram : instagram.com/syarifain
Fanspage Umum : facebook.com/xplore.wisata
Fanspage Gunung : facebook.com/xplore.gunung
Website :
Instagram : instagram.com/xplore.gunung
Instagram : instagram.com/syarifain
Fanspage Umum : facebook.com/xplore.wisata
Fanspage Gunung : facebook.com/xplore.gunung
Website :
#porter #guide #pemandu #transport lokal #rinjani 3.726 mdpl #semeru 3.676 mdpl #slamet 3.428 mdpl #lawu 3.265 mdpl #merbabu 3.145 mdpl #sindoro 3.150 mdpl #gunungprau 2.565 mdpl #gunungsikunir #porterrinjani #portersemeru #porterargopuro #portermerbabu #porterlawu #porterslamet #portersumbing #portersindoro #kaosadventure #kaosbacpacker #backpackerindonesia #opentripsemeru #opentripmerbabu #opentripkarimunjawa #opentriprinjani #cikuray #gede #parango #gunungsalak #bromo #karimunjawa #guapindul #raftingsungaielo #raftingelo #raftingprogo #tangkubanperahu
#derawan #belitung #pahawang #cartensz piramid, #trekkingcartensz #cartenz murah #sevensummit
Tags:
Survival